kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

Menerapkan strategi ular sawah

oleh Lukas Setia Atmaja - Center for Finance & Investment Research Prasetiya Mulya Business School


Senin, 11 Juni 2012 / 00:00 WIB
Menerapkan strategi ular sawah

Reporter: Lukas Setia Atmaja | Editor: djumyati

Masih ingat film kontroversial: The Year of Living Dangerously? Film yang dibintangi Mel Gibson ini berkisah tentang seorang wartawan Australia yang terperangkap pada kekacauan politik di Jakarta menjelang September 1966.

Bicara investasi saham, tahun 2012 mirip 2011, penuh gejolak. Setelah memberi harapan selama lima bulan pertama, isu krisis utang negara Eropa mulai kumat lagi di 2012. Tanpa ampun, harga saham di seluruh dunia mulai goyang ngebor lagi. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang sudah duduk manis di level 4.200 harus terjengkang kembali ke 3.600. Ada beberapa tips bagi investor saham untuk menghadapi kondisi seperti ini.

Pertama, bagaimana menghindari kerugian dan mengamankan keuntungan. Belajar dari pengalaman tahun lalu, sebaiknya disadari bahwa krisis utang Eropa tidak akan selesai dalam waktu singkat. Krisis utang Eropa adalah masalah pelik, bukan hanya persoalan ekonomi tetapi juga politik, serta melibatkan banyak pihak dan kepentingan. Berita baik dan buruk akan terus datang silih berganti. Pasar saham, yang dipengaruhi rasa takut dan keserakahan yang berlebihan, akan selalu bereaksi secara berlebihan pula.

Maka, investor jangan terburu mengambil kesimpulan mengenai kapan berakhirnya krisis atau apakah krisis akan tambah parah hanya berdasarkan beberapa pernyataan. Ambil contoh, ketika Prancis berganti presiden dan Yunani dikhawatirkan keluar dari European Union, harga saham di seluruh dunia rontok. Namun, setelah ada pernyataan dari European Central Bank maupun Federal Reserve Bank tentang kemungkinan stimulus untuk mengatasi krisis, harga saham sontak balik arah. Panic selling berganti dengan panic buying, tidak pakai lama.

Bagi investor, menjual saham saat harga jatuh sangat tak bijaksana. Misalnya, saat BBRI jatuh dari 6.300 ke 5.300 minggu lalu, investor yang panik akan menjual rugi sahamnya. Padahal fundamental BBRI bagus dan kerap ditransaksikan di 6.500 hingga 7.000. Ketika angin berbalik arah, harga saham BBRI naik 13% dalam sehari, dari 5.300 ke 6.000. Investor panik hanya bisa menyesali keputusannya.

Sebaliknya, ketika harga saham naik tinggi dan investor sudah menikmati untung lumayan, sebaiknya menjual saham untuk mengamankan keuntungan. Analoginya seperti kita sudah mengetik artikel dengan komputer, jika listrik padam hilanglah semua jerih payah kita. Sebaiknya kita rajin men-save pekerjaan kita. Banyak investor menyesal mengapa tak profit taking saat ASII mencapai 79.000. Beberapa minggu kemudian harga ASII di 61.000. Dia kehilangan kesempatan menangguk untung dan harus sabar menunggu kesempatan berikutnya. Saat ini, meski investor memiliki wawasan jangka panjang, ada baiknya pertimbangkan profit taking untuk mengamankan keuntungan. Dia bisa mulai mengoleksi kembali saham itu setelah harganya jatuh, misalnya, 10%.

Kedua, investor bisa menerapkan strategi 'ular sawah' untuk meraih untung dari volatilitas harga saham. Seekor ular sawah hanya butuh makan seekor mangsa besar, kemudian dia bisa tidur beberapa minggu. Investor bisa menyiapkan dana untuk menunggu kejatuhan harga saham. Sebaiknya investor mengincar saham blue chip yang berfundamental kuat. Misalnya ASII, GGRM, BBRI, BBCA, BMRI, SMGR, INTP, KLBF, UNTR, UNVR. Saham seperti ini biasanya cepat rebound saat ada sentimen atau pernyataan positif.

Tunggulah datangnya berita buruk yang bakal melorotkan harga saham. Jangan terburu-buru ambil posisi beli. Tunggu hingga saham itu turun minimal 10% dari harga 'normal', yaitu harga rata-rata selama 3 bulan terakhir. Misalnya, harga 'normal' ASII sekitar 70.000 (atau 7.000 setelah stock split). Ketika ASII di 6.300, saatnya ular sawah beraksi.

Investor sebaiknya jangan menghabiskan seluruh dana untuk membeli saham di harga yang dianggap murah. Siapa tahu harga terus turun. Bagi dana menjadi 4 bagian sama rata. Gunakan 25% dana untuk masuk pertama. Jika harga masih turun, kita masih punya peluru untuk membeli saham tersebut.

Investor ritel biasanya punya dana terbatas. Seringkali mereka terburu-buru masuk karena takut kehilangan kesempatan dan hanya bisa gigit jari saat harga saham turun lebih tajam. Ingat prinsip 'lebih baik menanggung opportunity loss daripada actual loss'. Saham mereka nyangkut dan mereka kehilangan kesempatan membeli saham yang lebih murah.

Saat harga saham balik arah, investor 'ular sawah' segera menikmati keuntungan. Jangan serakah, jika untung sudah dianggap memadai segera petik. Ingat, kita hidup di tahun penuh bahaya.  



TERBARU

×