kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / bigdata

Mengenal mesin peramal bisnis

oleh Feris Thia - Founder of Lightora UMN Incubator


Senin, 07 Desember 2015 / 14:31 WIB
Mengenal mesin peramal bisnis

Reporter: Feris Thia | Editor: tri.adi

Pada artikel minggu lalu, saya telah menyinggung pemanfaatan teknologi data mining dan machine learning untuk mengolah data demografik pelanggan dan secara otomatis merekomendasikan segmentasi pelanggan yang sangat jelas untuk membantu para marketer melakukan berbagai targeted campaign.

Sebenarnya, pemanfaatannya untuk bisnis tidak berhenti di sana. Pola dari berbagai data bisnis lain bisa didapatkan, diolah oleh machine learning, dan dimanfaatkan untuk mencari tren bisnis atau perilaku pasar ke depan, berdasarkan demografi, periode, musim, suhu dan cuaca, atau faktor tertentu lainnya.

Dari situ, kita dapat "memprediksikan" atau "meramalkan" hasil yang akan didapatkan, sehingga pengambil keputusan dapat mengambil tindakan yang dapat menekan risiko yang tidak perlu dan di sisi lain menindaklanjuti temuan peluang yang tidak terlihat sebelumnya. Kemampuan ini disebut predictive analytic.

Salah satu pemanfaatan riil di industri grosir, ritel, dan logistik adalah memprediksi kebutuhan pasar terhadap makanan segar (fresh food). Stok makanan segar menimbulkan problem besar karena banyaknya buangan (waste). Dengan pemanfaatan predictive analytic, sebuah rantai grosir internasional akhirnya dapat memprediksikan permintaan pelanggan terhadap makanan segar ini dan akhirnya dapat mengurangi waste kurang lebih sebesar 50%.


Tahap persiapan lama
Pemanfaatan di bidang lainnya adalah mendeteksi dan memprediksi fraud atau kecurangan di bidang finance, risiko kredit dari pengaju aplikasi, memprediksi churn rate, meningkatkan loyalitas pelanggan, tipe dan jumlah produksi barang yang harus dihasilkan oleh manufaktur dalam periode enam bulan, dan lain-lain.

Namun, banyak pelaku bisnis yang masih bingung akan cara kerja machine learning. Saya sering menganalogikan cara kerjanya seperti penyajian makanan di restoran. Pertama, kita perlu menerima order dari menu makanan. Pesanan ini adalah business objective. Misalkan, ingin melakukan efisiensi biaya supply chain. Kedua, mempersiapkan bahan sesuai dengan resep menu yang dipesan. Bahan-bahan ini adalah data-data yang dibutuhkan, dari internal maupun eksternal.

Ketiga, tahap memasak. Machine learning akan menemukan pola dan membentuk model prediksi komputer. Keempat, melakukan uji rasa makanan. Pengujian ini untuk memastikan model benar-benar telah siap digunakan. Tahap kelima menyajikan dan mengantarkan makanan ke pelanggan. Tahap ini menggunakan model, entah dalam aplikasi web based, Excel atau aplikasi mobile.

Semua software atau layanan cloud machine learning yang dapat digunakan memiliki tahapan-tahapan seperti ini. Beberapa contoh adalah Azure Machine Learning, Google Machine Learning, Amazon Web Services Machine Learning, WEKA, dan lain-lain.

Tahapan persiapan data memakan paling lama dan paling sulit. Sebab, kita perlu melalui banyak tahapan data management, seperti melakukan integrasi data, data cleansing untuk menjaga kualitas data, data reduction atau menghilangkan data yang tidak perlu, data enrichment atau mengambil data dari luar, transformasi data, dan menyiapkan data warehouse jika diperlukan.

Jika kualitas data rendah, tidak terintegrasi, dan terlalu banyak/ sedikit, tentunya akan mendapatkan model prediksi yang tidak tepat, atau istilahnya garbage in garbage out.

Mulailah inisiatif untuk melakukan hal-hal di atas dan menangkan kompetisi di pasar dengan teknologi yang makin mudah didapatkan. Kuncinya adalah data Anda siap "dimasak"!



TERBARU

×