kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / financialwisdom

Pendapatan vs pertumbuhan

oleh Eko P. Pratomo - Senior Advisor PT BNP Paribas Investment Partners


Selasa, 23 Agustus 2016 / 18:29 WIB

Reporter: Eko P. Pratomo | Editor: hendrika.yunaprita

Investasi adalah salah satu cara yang membuat dana Anda "bekerja" untuk Anda. Tapi, sadarkah Anda bagaimana dana yang kita investasikan itu "bekerja"?

Mana yang Anda pilih jika memiliki dana untuk diinvestasikan. Pertama, apakah Anda berharap menerima sejumlah dana (layaknya sebagai pendapatan) yang bisa digunakan secara berkala, misalnya, bulanan, triwulanan, atau semesteran?

Kedua, Anda rela hanya menerima setahun sekali dalam jumlah yang relatif kecil atau bahkan tidak sama sekali pendapatan berkala, namun berharap dana yang ditanamkan tumbuh berkembang nilainya dengan tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dari pilihan pertama?

Masyarakat Indonesia masih jauh lebih banyak yang memilih pilihan pertama. Di sinilah perbedaan karateristik jenis investasi yang umumnya disebut efek bersifat utang (seperti deposito dan surat utang lainnya) yang berorientasi pendapatan, dengan efek saham yang berorientasi pertumbuhan nilai.

Mengapa sebagian besar masyarakat kita lebih memilih efek bersifat utang? Padahal, banyak yang tidak membutuhkan aliran dana kas sebagai pendapatan secara berkala sehingga pendapatan tersebut diinvestasikan kembali.

Kemungkinan besar jawabnya: karena lebih mudah dipahami, lebih aman (bahkan ada yang menganggap tidak berisiko), ada jangka waktu yang jelas, dan pokok atau modal awal investasinya kembali utuh (dianggap tidak terjadi wanprestasi dari penerbit).

Sementara efek ekuitas, walau data empiris memberikan pertumbuhan nilai investasi jauh di atas efek bersifat utang dalam jangka panjang, masih memiliki stigma yang hampir seluruhnya berkebalikan. Yakni, sulit dipahami, berisiko tinggi, tidak ada jangka waktunya, hingga bisa berkurang modal investasi awalnya.

Masih banyak investor yang berorientasi jangka panjang memanfaatkan efek bersifat utang saja, yang bisa berakibat dalam jangka panjang nilai investasinya tergerus oleh tingginya inflasi. Padahal, memiliki alokasi efek saham dengan persentase tertentu untuk membentuk portofolio investasi, bisa jadi alternatif untuk melindungi nilai investasinya dari gerusan inflasi.

Di sinilah seninya berinvestasi karena selalu ada trade-off antara investasi jangka pendek dan jangka panjang, pendapatan dan pertumbuhan, serta imbal hasil dan risiko.

No pain, no gain.



TERBARU

×