kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / siasatbisnis

Belajar dari skandal emisi Volkswagen

oleh Jennie M. Xue - Kolumnis internasional serial entrepreneur dan pengajar, bisnis, berbasis di California.


Jumat, 21 Oktober 2016 / 22:12 WIB

Reporter: Jennie M. Xue | Editor: hendrika.yunaprita

Skandal emisi Volkswagen terbuka pada September 2015 ketika mereka mengakui kecurangan dalam tes emisi di Amerika Serikat (AS). Sekitar 600.000 unit di AS dan 11 juta unit mobil berbahan bakar disel di seluruh dunia yang terkena selama kecurangan itu terjadi enam tahun.

Kasus ini bukan sekadar recall karena cacat komponen. Bahkan Chief Executive Officer (CEO) Volkswagen saat itu Martin Winterkorn telah mengundurkan diri. Para pakar otomotif menyebut skandal ini sebagai kegagalan sistemik yang disengaja.

Demikian heboh skandal ini hingga aktor dan aktivis lingkungan hidup Leonardo DiCaprio hendak membuatkan film tentang hal ini.

Departemen Perlindungan Lingkungan Hidup AS (Environmental Protection Agency) dan California Air Resources Board menyatakan Volkswagen menggunakan software yang dirancang untuk mengelabui hasil tes emisi di AS selama hampir satu dekade. VW juga mengakui bahwa mereka melakukan hal yang sama untuk 11 juta unit mobil di seluruh dunia.

Kerugian VW sebagai produsen mobil terbesar kedua di dunia ini jika dihitung dari turunnya nilai saham mencapai US$ 29 miliar. Kepercayaan konsumen AS diduga merosot tajam. Bahkan Departemen Perlindungan Lingkungan Hidup AS (Environmental Protection Agency) menyatakan VW bisa dikenakan penalti US$ 18 miliar.

Sedangkan US Department of Justice akan menggugat perdata hingga US$ 90 miliar dengan perincian penalti US$ 37.500 per unit. Diperkirakan para pengguna yang terkena akan juga melakukan class action lawsuit, sehingga jumlah kerugian VW semakin membengkak.

VW pun telah mempersiapkan provisi US$ 7,3 miliar untuk mengatasi masalah ini. Bagi setiap unit mobil yang terkena problem ini, akan disediakan US$ 1.000 dengan perincian US$ 500 untuk perbaikan dan US$ 500 untuk produk VW lainnya. Angka ini jelas tidak mencukupi, tapi merupakan langkah awal yang menunjukkan itikad baik (good faith) VW.

Selain itu, mereka juga sedang mempertimbangkan untuk buyback alias membeli kembali unit-unit yang telah terjual. Meskipun, sampai saat ini, belum ada realisasi pasti.

Yang jadi pertanyaan adalah, bagaimana VW bisa melakukan kecurangan itu selama hampir satu dekade? Jawaban singkat teknisnya: software khusus yang dirancang untuk mendeteksi bahwa unit mobil sedang dites pengeluaran emisinya akan menyala secara otomatis.

Software ini juga pada saat yang sama menyalakan komponen khusus yang menurunkan emisi. Namun komponen tersebut tidak bekerja ketika unit mobil sedang berjalan di jalan raya, sehingga emisi yang dihasilkan melebihi standar.

Mengapa demikian? Tujuannya mungkin meningkatkan akselerasi, daya tarik, dan hemat bahan bakar.

Sampai sekarang, belum jelas komponen sistem bagian mana yang telah dimodifikasi. Para pakar berpendapat bahwa emisi berlebihan yang dihasilkan dari kecurangan ini dapat mengakibatkan masalah pernapasan, seperti emfisema, bronkitis dan sebagainya.

Lalu, tes yang mana yang berhasil mengungkap adanya kecurangan tersebut? Tes di jalan (on-road testing) di bulan Mei 2014 yang dijalankan di West Virginia University menarik perhatian California Air Resources Board. Dua model VW dengan spesifikasi mesin disel 4 silinder dengan turbocharge 2 liter menghasilkan nitrogen oksida 40 kali lipat batas legal.

Yang menarik, dari kasus skandal emisi VW ini, ternyata ini bukan yang kali pertama di Amerika Serikat. Di tahun 1970an, Amerika Serikat, VW termasuk salah satu dari beberapa produsen mobil yang nakal dan tertangkap kecurangannya.

Di tahun 1973, VW terkena dipenalti US$ 120.000 karena menginstalasi alat tertentu yang mematikan sistem kontrol polusi. Dan ternyata, beberapa dekade kemudian, VW kembali berbuat nakal dan mengelabui konsumen melalui tes emisi ini.

Mengingat VW juga merupakan produsen Audi dan Porsche, bisa saja skandal ini juga menurunkan omzet penjualan mereka. Bahkan, apabila spillover effect semakin melebar, image buruk terhadap German engineering bisa semakin dalam. Efeknya bisa menyebar ke seluruh industri permobilan asal Jerman.

Selama ini, masyarakat mengesankan VW adalah kendaraan praktis, ekonomis, dan bertanggung jawab. Branding yang mereka lakukan cukup berhasil, namun sayangnya tidak disertai dengan etika bisnis terbaik.

Pelajaran berharga bagi semua bisnis. Perbaiki setiap masalah yang timbul secepat mungkin. Semakin lama ditunggu, semakin tinggi biaya perbaikan.

Jangan cari-cari masalah dengan mengelabui konsumen karena akhirnya akan ketahuan juga. Ingat, kepercayaan konsumen sangat menentukan keberhasilan setiap bisnis.

Produk apapun yang dijual dengan kepercayaan konsumen, niscaya sukses di pasar.



TERBARU

×