kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / ceritalah

Kelapa Sawit

oleh Karim Raslan - Pengamat Asia Tenggara


Kamis, 08 November 2012 / 20:21 WIB

Reporter: Karim Raslan | Editor: cipta

BAGAIMANAKAH dampak riil penurunan harga minyak kelapa sawit atawa CPO dan sumber daya alam lainnya pada perekonomian Indonesia? Banyak pengamat berpendapat bahwa konsumsi domestik saja bisa mendorong pertumbuhan ekonomi. Namun saya tidak yakin.

Saya telah berkunjung ke Pekanbaru, ibukota Provinsi Riau yang cukup tertata dan makmur, untuk dapat melihat secara langsung dan merasakan dampak dari perlambatan sektor komoditas sumber daya alam tersebut.

Dengan penduduk sekitar 917.000 jiwa, kondisi Pekanbaru telah meningkat drastis  beberapa tahun ini. Saya telah mengunjungi Pekanbaru sebanyak empat kali dalam enam tahun terakhir, sehingga saya dapat menyaksikan pembangunan pusat-pusat perbelanjaan baru, gedung-gedung pemerintahan baru (termasuk perpustakaan paling megah di Indonesia), dan baru-baru ini beberapa fasilitas olahraga yang dibangun dalam rangka penyelenggaraan PON beberapa waktu yang lalu.

Walaupun ada beberapa permasalahan dalam pengelolaan kota dan kasus korupsi, alokasi dana dalam pembangunan infrastruktur tampak mempercantik kota Pekanbaru. Trottoirs yang tidak pernah saya lihat sebelumnya di Indonesia dan dua jalan layang utama yang berperan dalam mengurai kemacetan menambah daya tarik Kota Pekanbaru.

Provinsi Riau mengandalkan komoditas minyak kelapa sawit bagi pertumbuhan ekonominya. Namun, perlambatan ekonomi di pasar utama seperti China dan adanya kelebihan pasokan minyak kelapa sawit menyebabkan harga pasar CPO menurun drastis.

Pak Setiyono, Ketua Umum ASPEK PIR yang berusia 45 tahun dan tinggal di Kabupaten Siak, mengatakan harga standar yang di harapkan Rp 1.500 per kg  sebab biaya produksinya Rp 600 - Rp 800. Sekarang harganya cuma Rp 1.300 per kg. Namun, sebagai petani plasma. ia merasa lebih aman, karena ada mitra yang jelas, kemudian diberi bibit dan dukungan teknis.

"Posisi petani swadaya jauh lebih bahaya. Harga yang mereka dapat lebih rendah daripada petani plasma. Kadang-kadang pun, mereka gak panen sebab hasilnya terlalu kecil dan gak bisa mengembalikan modalnya", katanya. Singkat kata, bisnis sawit tidak masuk akal.

Enam bulan yang lalu ketika harga CPO Rp 1.800 per kg bahkan lebih, petani menikmati kesejahteraan yang sangat baik. Dua hektar kebun kelapa sawit dapat menghasilkan tujuh juta rupiah sebulan. Angka tersebut sangat memberikan keuntungan bagi para petani sawit. Pastinya banyak petani sawit memiliki perkebunan lebih dari dua hektare, sehingga dapat dibayangkan betapa sejahteranya kehidupan mereka saat itu.

Tarmizi, seorang supervisi diler Mitsubishi lokal, mengatakan, waktu harga sawit tinggi, para petani sawit datang ke dilernya dengan celana pendek dan membawa uang tunai untuk membeli apapun yang mereka inginkan, termasuk truk Mitsubishi tipe HD125PS. "Kami mampu menjual lebih dari 800 unit truk itu ke seantero Riau setiap bulannya", katanya. Kata Tarmizi, hingga kini penjualan kendaraan masih bagus dan bahkan Riau tetap merupakan pasar terbesarnya, walaupun ada  penurunan sekitar 10%.

Pak Sofyan, seorang pengemudi paruh waktu yang juga debt-collector berusia lima puluh tahunan, hanya dapat menggeleng-gelengkan kepala. Katanya, selama tiga bulan terakhir ini pekerjaannya semakin sulit karena banyak orang tidak membayar angsuran kredit sehingga mobil dan sepeda motor mereka harus diambil kembali oleh diler.
Ridar Kaliamsi, Direktur Utama Riau Pos Grup berpandangan lebih optimis. Menurutnya, perlambatan ekonomi hanya bersifat sementara. "Perekonomian Riau pada dasarnya cukup stabil", katanya. Namun ada yang perlu diperbaiki, yaitu   pelabuhan dan jalan raya terutama jalan tol lintas Sumatra. Kondisi infrastruktur yang lebih bagus tentunya dapat mengubah perekonomian Riau jauh lebih baik. "Tentunya hal tersebut memerlukan kemauan politik yang kuat untuk dapat mewujudkannya."

Pak Ridar juga berpendapat bahwa perekonomian Riau cukup beragam, hal tersebut dapat dilihat dari ribuan pekerja yang bekerja di pabrik kertas dan bubur kertas  APP dan Indah Kiat.

Melalui dialog dengan para petani dan pedagang kecil di Pekanbaru, saya dapat menyimpulkan, mereka sangat menyadari bahwa harga TBS (tandan buah segar) lah yang merupakan faktor utama penggerak ekonomi di Riau.

Bahkan, cukup menakjubkan ketika saya mengetahui lebih lanjut bahwa masyarakat di sana juga memahami isu-isu global seperti: lobi petani kedelai di AS, tantangan ekonomi bagi China, atau bahkan krisis keuangan di Eropa. Pekanbaru adalah salah satu bagian penting dari globalisasi dunia, seperti diungkapkan Tom Friedman, kolumnis The New York Times.



TERBARU

×