kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / siasatbisnis

Kisah sukses Snapchat

oleh Jennie M. Xue - Kolumnis internasional serial entrepreneur dan pengajar bisnis, berbasis di California


Selasa, 07 Februari 2017 / 19:15 WIB
Kisah sukses Snapchat

Reporter: Jennie M. Xue | Editor: hendrika.yunaprita

 Snapchat dengan logo hantu putih unyu bernama Chillah dengan latar belakang kuning terang didirikan oleh Evan Spiegel, Reggie Brown dan Bobby Murphy. Mereka adalah para mahasiswa Stanford University. Nilai valuasi Snapchat terkini mencapai US$ 20 miliar dengan omzet tahun 2015 sebesar US$ 59 juta. Saat ini, 80% pengguna Snapchat berasal dari Amerika Serikat.

Menurut data Forbes, omzet estimasi tahun 2016 Snapchat antara US$ 250 juta hingga US$ 350 juta dan tahun 2017 diperkirakan mencapai US$ 1 miliar. Dari 50 juta pengguna aktif di tahun 2014, kini pengguna mencapai 110 juta terhitung Desember 2015. Dan pengguna diprediksikan bertambah terus hingga berkali-kali lipat.

Snapchat adalah aplikasi video messaging dengan fitur klik foto, rekam video, menambahkan teks dan gambar-gambar untuk dikirimkan kepada para penerima list. Setelah itu, gambar, video, dan teks akan dihapuskan secara otomatis.

Kelebihan Snapchat yang utama adalah keberaniannya tampil sebagai antitesis fenomena avatar online yang serba sempurna dan relatif permanen. Pengguna tidak perlu membentuk komunitas sendiri, seperti dalam media sosial umumnya. Mereka hanya perlu kontak dengan satu atau beberapa orang teman sesama pengguna.

Snapchat memungkinkan pengguna tampil lucu, aneh, dan spontan. Tampak agak kekanakan? Bisa saja, karena memang Snapchat bermula sebagai proyek kuliah di Stanford bernama

Picaboo. Proyek mahasiswa ini berubah namanya setelah mendapatkan funding. Filosofi Snapchat sangat sederhana: sharing in a positive dan fun way. Tanpa perlu membentuk komunitas sebagaimana Facebook dengan friends ribuan dan Twitter dengan follower yang bisa mencapai jutaan. Snapchat memungkinkan berbagi dengan beberapa teman secara spontan.

Berkantor di luar Silicon Valley, tepatnya di Venice Beach yang lebih dekat dengan Los Angeles sang kota perfilman dunia, Snapchat sangat dekat dengan pengguna. CEO Evan Spiegel pernah berkomentar, lokasi kantor yang berada tepat di Venice Beach Boardwalk, memungkinkan ia dengan mudah melakukan survei pengguna di pantai nan ramai, tanpa perlu membentuk focus group.

Menurut Spiegel, Snapchat merupakan bisnis dengan tiga kaki. Pertama, bisnis kamera dan alat editing. Kedua, bisnis alat komunikasi dengan chat dan video calling. Ketiga, bisnis konten dari pengguna dan editorial. Tiga macam bisnis yang dikemas menjadi satu ini dipercaya merupakan tren jangka panjang, bukan hanya tren sesaat.

Mengapa mereka memilih tiga kaki ini? Pertama, pictures say a thousand words, gambar berbicara ribuan kata. Sejak dahulu, gambar lebih berbicara dan manusia adalah makhluk visual. Apa yang dapat dengan mudah dipandang (gambar), mengapa perlu dibaca (teks)?

Tren pengunaan video sebagai moda penyampaian informasi semakin popular. Bahkan manual penggunaan software, aplikasi, dan instrumen apapun kini dapat dicari di YouTube. Menggunakan video dan gambar sebagai instrumen penyampaian berita sangat efisien, tinggal satu klik saja, maka gambar akan terdistribusi.

Kedua, komunikasi sinkron (synchronous) saat ini juga, seperti komunikasi via telepon, semakin tidak popular. Pilihan utama komunikasi sekarang adalah yang bersifat asinkronos (asynchronous) alias saya kirim sekarang, Anda baca/lihat kapan saja ketika sempat. email, SMS, WA, BBM, Facebook Messenger, Twitter DM, Line, dan Snapchat semua bersifat asinkronos.

Juga gambar dapat memberikan ilustrasi lebih jelas dibandingkan bentuk teks. Gambar tidak memerlukan search rumit dengan algoritma keyword, tapi merupakan informasi yang sangat kompak dan padat.

Ketiga, sebagai penyedia konten, Snapchat kini mempunyai divisi editorial yang dapat dipilih pengguna. Selain itu, pengguna sendiri merupakan penyedia konten bagi teman-teman grupnya.

Omzet Snapchat sendiri tidak semata-mata dari konten yang dinamakan sponsored lenses. Pengguna dapat menggunakan lensa-lensa berbeda untuk pengambilan gambar atau video dengan filter animasi.

Filter-filter beranimasi ini merupakan merek-merek terdaftar, seperti 20th Century Fox dengan The Peanutes Movie yang merupakan sponsor berbayar. Biaya sponsorship di Snapchat mencapai US$ 450.000 hingga US$ 750.000 per merek.

Sebagai bisnis, Snapchat tidak menciptakan sesuatu yang baru. Mereka hanya menggabungkan antara fitur kamera, editing, komunikasi, dan konten. Para pendiri Snapchat sangat jitu mengenali tren terkini dan kebiasaan-kebiasaan lama manusia yang telah bermetamorfosa di era web dan aplikasi.

Dan terpenting, monetisasi Snapchat tidak mengganggu pengguna. Malah merupakan nilai tambah yang tidak diperoleh di aplikasi lain.



TERBARU

×