kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / siasatbisnis

Ketika pecundang mendirikan WhatsApp

oleh Jennie M. Xue - Kolumnis internasional serial entrepreneur dan pengajar bisnis, berbasis di California


Selasa, 07 Februari 2017 / 19:16 WIB
Ketika pecundang mendirikan WhatsApp

Reporter: Jennie M. Xue | Editor: hendrika.yunaprita

WA saja ya. Seringkali terdengar di antara teman dan rekan kerja. Dulu, istilahnya BBM saja ya. WA singkatan dari WhatsApp, aplikasi iPhone dan Android yang digunakan untuk komunikasi chatting dalam bentuk teks, gambar, video dan audio. WA telah cukup lama menggantikan fungsi short message service (SMS), blackberry messenger (BBM) dan bahkan telepon interlokal.

Dengan WhatsApp, komunikasi telepon genggam lebih efisien dan ekonomis, sepanjang sambungan internet 3G dan 4G berjalan lancar. Mengingat, WA bekerja baik hanya ketika internet bekerja. Namun tidak semua orang kenal siapa figur di belakang WhatsApp Juga sejarahnya, dan bagaimana strategi bisnisnya.

WhatsApp didirikan oleh Brian Acton, seorang jebolan kolese yang tidak lulus sarjana. Ia bekerja sebagai s oftware engineer. Terlepas dari tidak memiliki gelar akademis, keahliannya mengantarkan Acton hingga menjadi Vice President of Engineering di Yahoo!

Setelah posisi di Yahoo!, ia melamar di Twitter, tapi ditolak pada bulan Mei 2009. Setelah itu, beberapa bulan kemudian ia juga tidak diterima bekerja di Facebook.

Akhirnya, ia memutuskan membangun startup yang kini dikenal sebagai WhatsApp. Bermitra dengan mantan kolega bernama Jan Koum, mereka bekerja tanpa mendapatkan gaji.

Empat tahun kemudian, WhatsApp diakuisisi oleh Facebook dengan nilai US$ 19 miliar. Tampaknya menjadi pecundang sementara merupakan berkat, karena ia segera menjadi salah satu orang terkaya di dunia.

Ada beberapa guyonan yang beredar di dunia maya. Engineer yang ditolak bekerja oleh Facebook malah menjadi miliarder, karena diakuisisi Facebook.

Keputusan Facebook ini cukup mencengangkan mengingat WhatsApp kurang popular di Amerika Serikat (AS). Namun, dengan pengguna sebesar 600 juta orang di seluruh dunia dengan estimasi omzet tahunan mencapai US$ 20 juta, Facebook melihat ini sebagai kesempatan emas untuk ekspansi.

Jumlah pesan WhatsApp yang dikirimkan setiap hari mencapai jumlah SMS sedunia, yaitu 50 miliar pesan. Dengan penambahan pengguna satu juta orang per hari, WhatsApp merupakan raksasa yang cakupan guritanya sangat lebar, namun berbentuk mungil.

Kasus WhatsApp mungkin paling tepat menggambarkan bagaimana suatu bisnis mempunyai fungsi sosial yang luar biasa, menduplikasi pengguna secara otomatis, tanpa iklan, dan biaya subscription per tahun hanya US$ 1 setelah tahun pertama. Semua berjalan secara hampir otomatis, tanpa perlu usaha pemasaran sama sekali.

Hari ini, WhatsApp mempekerjakan 50 orang, dengan 32 orang engineer di antaranya.

Jumlah yang sangat kecil dibandingkan nilai valuasi dan jangkauannya yang mengglobal. Diperkirakan, beberapa tahun di muka, penggunanya mencapai satu miliar orang.

Mungkin strategi bisnis WhatsApp sangat tidak konvensional dan sulit ditiru, mengingat tidak banyak produk yang mampu menduplikasi pengguna secara otomatis. Namun, semangat dan keyakinan diri dan akan produk para pendirinya sangat perlu ditiru.

Keberadaan WhatsApp kini bagaikan keberadaan email yang langsung menggantikan fungsi faksimili. WhatsApp kini menggantikan fungsi SMS, BBM, dan telepon interlokal sekaligus.

Tiga poin penting pembelajaran dari studi kasus WA. Pertama, ide genial akan bertumbuh kembang dengan baik, sepanjang dipupuk dengan semangat, nafas panjang, dan keyakinan. Terkadang, ketika kita ditolak oleh lingkungan, kita dipacu untuk semakin berprestasi.

Kedua, sepanjang suatu produk mampu menggantikan fungsi produk-produk lain, ia mempunyai tempat di pasar. Pertanyaannya tinggal apakah pasar siap menerima. Untuk kasus WhatsApp, pasar sangat siap menerima pesan singkat ini karena faktor ekonomis dan efisiensi.

Ketiga, produk dengan fitur duplikasi otomatis mempunyai skalabilitas yang tidak terhingga (unlimited scalability). Ini sangat ideal di era internet, web, dan smartphone. Intinya adalah ide yang diberi tempat dan kesempatan berkembang.

Buatlah produk yang menambah nilai dengan fitur ekonomis dan responsif terhadap kebutuhan. Snapchat, misalnya, menggabungkan fungsi yang ada di WhatApp dengan Instagram walaupun lebih spontan dengan auto-delete.

Slack, misalnya, menggabungkan fungsi WhatsApp dengan project management untuk team chat-nya. Ini dapat digunakan untuk mengirimkan berbagai file.

Akhir kata, setiap hari, startup berlomba-lomba mendisrupsi dunia bisnis dengan berbagai teknologi. Dan hanya segelintir yang mempunyai nasib sebaik Whats App. Dan kita semua bisa banyak belajar dari fenomena Whats App ini.



TERBARU

×