kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / refleksi

Pertimbangkan ekosistem

oleh Ekuslie Goestiandi - Pengamat Manajemen dan Kepemimpinan


Selasa, 25 April 2017 / 17:30 WIB

Reporter: Ekuslie Goestiandi | Editor: hendrika.yunaprita

Sejak akhir abad 20, mengiringi perkembangan bisnis yang begitu dinamis, istilah creative destruction (penghancuran kreatif) seakan jadi mantra sakti yang banyak disuarakan penggiat bisnis. Entah itu di kalangan praktisi organisasi, maupun akademisi yang berkecimpung di sekolah bisnis dan manajemen.

Kemunculan ide penghancuran kreatif ini utamanya dipicu perkembangan teknologi, khususnya teknologi digital, yang dahsyat dan bergerak eksponensial. Seketika juga kita berhadapan dengan fenomena internet of things, 3-D printing, cloud computing, artificial intelligence ataupun virtual reality dan sebagainya.

Dengan berjalannya waktu, semakin hari kita kian memahami gerak perubahan transformatif tersebut. Kita semakin tahu, ke mana perubahan akan bergerak, sekaligus bagaimana implikasinya terhadap persaingan bisnis.

Namun demikian, kapan saatnya perubahan bercorak teknologi tersebut benar-benar terjadi, selalu jadi misteri. Beberapa sarana teknologi tampak menggeliat dengan cepat, seperti aplikasi transportasi Uber ataupun media sosial semisal Twitter dan Instagram. Namun, beberapa perangkat teknologi seperti televisi high-definition ataupun cloud-computing membutuhkan waktu belasan tahun untuk bisa unjuk gigi. Singkat cerita, kita belum sanggup mendeteksi urusan timing (waktu) secara cermat.

Ada dua kekhawatiran yang muncul akibat ketidaksanggupan kita menerawang timing.

Pertama, kita takut terlambat menanggapi perubahan tersebut, seperti terjadi pada perusahaan Blockbuster, yang abai terhadap revolusi cara orang menonton film. Perusahaan penyewaan video ini harus gigit jari, menerima kenyataan masyarakat kontemporer lebih suka menyaksikan tontonan lewat fasilitas streaming.

Kedua, berkebalikan dengan kekhawatiran pertama, kita justru takut terlalu cepat menyikapi potensi revolusi yang terjadi. Peristiwa technology-crash pada awal tahun 2000-an merangkum cerita banyak perusahaan rintisan dot.com yang mati muda. Sumber daya (manusia, dana dan fasilitas) yang sudah dikerahkan dengan habis-habisan, akhirnya terkuras begitu saja tanpa mendatangkan hasil yang sepadan.

Konteks luar

Dalam tulisannya bertajuk Right Tech, Wrong Time; How to make sure your ecosystem is ready for the newest technologies (HBR, November 2016), Ron Adner dan Rahul Kapoor menjelaskan mengapa beberapa teknologi bisa berkembang pesat bahkan segera menggantikan teknologi pendahulunya, sementara lainnya merayap pelan. Kata kedua pakar manajemen tersebut, lebih dari sekadar persoalan teknologi, kita juga harus melihat konteks luas yang mengitarinya.

Konteks tersebut dikenal dengan nama : ekosistem. Mencoba mengerti perkembangan teknologi tanpa memahami ekosistem membuat kita gampang melongo. Kita boleh kagum dengan perkembangan teknologi otomotif seperti mobil listrik, yang body-nya ringan dan ramah lingkungan. Namun, jika tak ada jaringan stasiun pengisian ulang listrik (charging station) yang tersedia di banyak tempat, mobil canggih ini tak dapat digunakan oleh banyak orang. Akibat lebih jauh, pertumbuhan industrinya tak bisa sepesat seperti yang diharapkan sedari awal.

Guru saya pernah berkata, sebelum membangun portofolio bisnis, yang lebih penting adalah mengembangkan ekosistem bisnis. Ibarat menanam pohon, bisa saja kita memiliki benih kualitas unggulan. Namun jika tanah tempat bertumbuh tidaklah subur, sinar matahari tak tercurah penuh, juga tak ada yang menyirami, benih itu mungkin akan bertumbuh, namun hanya sebentar untuk kemudian layu dan mati.

Benarlah kata Adner dan Kapoor, you are only as good as your ecosystem. Cepat lambatnya pertumbuhan teknologi dan bisnis, tergantung kepada matang tidaknya ekosistem di sekitarnya. Bisa saja kita merupakan pionir dalam pengembangan suatu teknologi, namun jika alpa memikirkan dan menggarap ekosistem di sekitarnya, malah mendatangkan inefisiensi dana sekaligus frustrasi.

Akhir kata, saat menyiasati dinamika perkembangan teknologi (bisnis) yang begitu dahsyat, tak cukup bagi kita untuk sekadar memikirkan portofolionya, namun juga ekosistem di sekitarnya. Jika ingin mendapatkan pohon yang subur dan berbuah, kita perlu mengetahui tiga hal sekaligus. Ya... jenis benih yang akan ditanam, juga di mana lahan yang akan ditanami, serta kapan waktu menanamnya.



TERBARU

×