kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

Membedakan saham dan perusahaan bagus

oleh Budi Frensidy - Pengamat Pasar Modal dan Pasar Uang


Senin, 07 Januari 2013 / 16:49 WIB
Membedakan saham dan perusahaan bagus

Reporter: Budi Frensidy | Editor: djumyati

Dalam artikel Desember lalu, saya menguraikan enam perbedaan investor institusi dan investor individu. Salah satu perbedaan itu adalah investor institusi mengejar perusahaan bagus, sementara investor individu mencari saham bagus. Saham bagus tidak sama dengan perusahaan bagus. Anda tahu bedanya?

Saham yang bagus (good stocks) adalah saham berharga bagus atau saham yang menjanjikan return yang besar di masa depan. Sedangkan, perusahaan bagus (good company) ukuran sederhananya adalah perusahaan yang mempunyai rating yang bagus, minimal BBB sebagai batas peringkat layak investasi. 

Kriteria lain, perusahaan bagus adalah perusahaan yang produknya ada di sekitar kita, membayar dividen tahunan, dan sering memperoleh award dari pihak luar.

Sedangkan, majalah Fortune mendefinisikan perusahaan bagus sebagai perusahaan yang manajemennya bermutu, produk dan jasa yang dihasilkan berkualitas, inovasi tinggi, keuangan sehat, tanggung jawab sosial tinggi, penggunaan harta perusahaan bijak (good governance), dan sumber daya manusianya kompeten.

Berdasarkan jawaban 8.000 eksekutif senior terhadap 311 perusahaan di 32 industri pada periode tahun 1990-an, Fortune menemukan perusahaan yang memiliki sifat-sifat di atas umumnya adalah perusahaan besar.

Hasil ini kemudian digunakan Hersh Shefrin yang mengelompokkan perusahaan bagus atau tidak berdasarkan besarnya (size).

Mengapa banyak investor termasuk yang berpengalaman sekalipun menganggap saham bagus adalah saham dari perusahaan bagus? Pemenang Nobel ekonomi 2002 Kahneman dan Tversky menyebutkan, kejadian ini sebagai bias representatif.

Bias ini berhubungan dengan fenomena manusia yang seringkali mengambil keputusan berdasarkan stereotype. Banyak sekali kita menemui contoh bias ini dalam kehidupan sehari-hari.

Anak-anak dari orangtua yang pendek dipercaya akan pendek, calon pelamar kerja yang indeks prestasinya (IPK) tinggi dianggap akan berprestasi tinggi juga dalam pekerjaannya.

Sedangkan mereka yang ber-IPK rendah diprediksi akan melempem dalam pekerjaannya. Yang sebagian besar orang abaikan dalam kasus anak dengan orang tua pendek adalah pada masa orang tuanya, ekonomi mungkin begitu sulit dengan penghasilan pas-pasan dan keluarga umumnya masih beranggota banyak sehingga gizi dan kualitas kehidupan juga marginal.

Ini tentu berbeda dengan zaman si anak sekarang. Begitu juga dalam kasus pelamar kerja yang tidak diterima karena ber-IPK rendah. Tidak pernah diperhitungkan kemungkinan nasib sial atau kondisi belum stabilnya emosi atau ekonomi si calon pekerja itu waktu berkuliah.

Dikaitkan dengan saham, perusahaan bagus dianalogikan dengan lulusan ber-IPK tinggi dan perusahaan jelek dengan yang ber-IPK rendah.

Sedangkan return saham disamakan dengan prestasi kerja. Dengan pendekatan stereotype seperti ini, perusahaan bagus diharapkan akan memberikan return yang bagus atau menjadi saham bagus.

Idealnya, kita memegang saham bagus yang perusahaannya juga bagus (good stock of good company) dan menghindari saham jelek dari perusahaan (bad stock of bad company).

Warren Buffett pernah mengatakan, kalau yang perlu dilakukan dalam berinvestasi adalah memilih saham bagus pada harga bagus dan terus memegangnya selama perusahaannya tetap bagus.

Masalahnya, tidak semua perusahaan bagus, sahamnya juga bagus atau layak dikoleksi, serta tidak semua perusahaan jelek sahamnya juga tidak layak beli. A good company is not always a good stock, and conversely, a beaten-down stock could be a good purchase. 

Ada yang langsung bertanya, “Bagaimana mungkin ada perusahaan bagus yang sahamnya dibilang jelek atau perusahaan jelek tetapi sahamnya bagus?”

Jawabannya mudah saja, saham bagus atau jelek harus dilihat terpisah dari perusahaannya, artinya mesti dilihat dari murah atau mahalnya harga saham itu di pasar pada saat tertentu.

Akibat optimisme dan pesimisme yang berlebihan, saham perusahaan bagus bisa saja kemahalan dan saham perusahaan jelek kemurahan.

Jika demikian, bagaimana strategi investor jika yang tersedia adalah saham jelek dari perusahaan bagus (saham perusahaan bagus yang harganya tinggi) dan saham bagus dari perusahaan jelek (saham perusahaan jelek tapi harganya sangat rendah).

Mana yang sebaiknya dipilih tergantung apakah Anda mengelola dana sendiri atau dana orang lain.

Jika Anda membeli saham dengan menggunakan dana perusahaan atau masyarakat, saya menganjurkan Anda memprioritaskan saham dari perusahaan bagus dan bukan saham bagus.

Inilah yang saya rekomendasikan untuk korporasi yang rutin berkonsultasi dengan saya dalam stock picking. Sementara untuk portofolio sendiri, saya memegang beberapa saham lain yang tidak dapat saya sarankan untuk investor institusi.

Apakah ini berarti semua investor individu mesti berburu saham bagus? Tidak juga, karena masih ada tiga alasan lain yang perlu dipertimbangkan seorang investor sebelum memutuskan memilih saham bagus atau perusahaan bagus. Saya akan menuliskan pada kesempatan berikutnya.

Memasuki tahun 2013, perkenankan saya mengucapkan selamat berburu saham bagus dari perusahaan bagus kepada semua investor saham pembaca setia kolom ini.



TERBARU

×