kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

Saat LKH Memeluk Indika

oleh Lukas Setia Atmaja - Financial Expert Prasetya Mulya Business School


Senin, 13 November 2017 / 17:26 WIB
Saat LKH Memeluk Indika

Reporter: Lukas Setia Atmaja | Editor: hendrika.yunaprita

Syahdan, ada seorang investor saham bernama Lo Kheng Hong (LKH). Ia berasal dari keluarga yang tidak mampu. Pada tahun 1989, saat berusia 30 tahun, ia mulai berinvestasi saham sembari bekerja di bank. Tujuh tahun kemudian, ia berhenti bekerja dan fokus berinvestasi saham. Kini, ia telah sukses dan mendapat julukan sebagai Warren Buffett of Indonesia. Mari kita belajar sejurus dua jurus dari "pendekar saham" yang rendah hati ini. Ciaaaaat!

Mari kita kembali ke Desember 2015. Saat itu, harga saham PT Indika Energy Tbk (INDY) menyentuh titik nadir di level Rp 110 per saham. Biar lebih jelas, silakan perhatikan grafik harga saham INDY yang terpampang di rubrik ini.

Asal tahu saja, pada awal 2013 silam, harga saham INDY masih berada di Rp 1.600 per saham. Penurunan tajam harga saham perusahaan energi ini terjadi di tahun 2013 dan 2015. Pada akhir 2015 tersebut, dengan harga tinggal Rp 110 per saham, jika dikalikan dengan jumlah saham INDY yang sebanyak 5,21 miliar, maka kapitalisasi pasar saham ini hanya sekitar Rp 573 miliar, atau sekitar US$ 43 per saham.

Melihat hal itu, LKH lantas mencermati laporan keuangan INDY. Dia melihat INDY masih memiliki kas sebesar US$ 390 juta. Lalu nilai ekuitas INDY adalah US$ 667 juta, atau setara Rp 1.702 per saham.

Dengan nilai buku yang berada jauh di atas nilai pasar, bagi LKH, saham INDY adalah saham salah harga alias kemurahan (underpriced). Sudah barang tentu, LKH memperhatikan juga aspek-aspek fundamental INDY. Bagi LKH, saham INDY tidak hanya kemurahan, tetapi juga memiliki bisnis yang menarik.

Mengapa begitu? INDY memiliki sekitar 46% saham PT Kideco Jaya Agung, yang merupakan perusahaan pertambangan batubara terbesar ketiga di Indonesia. Selain itu, INDY juga memiliki antara lain saham di PT Petrosea Tbk (PTRO), PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk (MBSS), PT Tripatra Engineers & Constructors, PT Cirebon Electric Power, serta pembangkit listrik dengan kapasitas sebesar 660 megawatt (MW).

Harga saham INDY waktu itu turun drastis karena harga batubara sedang terpuruk. Alhasil, saat itu mayoritas investor meragukan prospek emiten batubara. Tambahan lagi, pada tahun 2015, INDY masih membukukan kerugian sebesar US$ 44 juta.

Melihat saham murah tersebut, LKH segera melakukan order beli saham INDY kepada pialangnya. Namun, di luar dugaan, pialangnya justru menasehati LKH untuk tidak membeli saham INDY.

Pialang yang memiliki gelar MBA dari luar negeri tersebut yakin bahwa masa depan batubara suram. Tapi LKH tidak terpengaruh. "Tidak apa-apa, belikan saja karena yang suram bisa menjadi cerah", kata LKH saat itu.

Dia tahu persis bahwa harga batubara memang fluktuatif. Habis naik, harga akan turun. Lalu setelah turun, harga akan naik kembali. Maklumlah, LKH sudah memiliki cukup pengalaman berhadapan dengan saham komoditas.

Pada tahun 2002, ia pernah membeli saham PT Timah Tbk (TINS) di harga Rp 285 per saham. Saham TINS kemudian naik menjadi Rp 38.000 per saham.

LKH juga punya pengalaman manis dengan saham PT United Tractors Tbk (UNTR) yang harganya dipengaruhi oleh fluktuasi harga batubara. Ia membeli saham perusahaan yang juga berbisnis alat berat tersebut di harga Rp 250 per saham pada tahun 1998. Ia lantas bisa menjual saham tersebut di harga Rp 15.000 per saham enam tahun kemudian. Jadi, bukan kali ini saja LKH mengambil posisi berlawanan dengan mayoritas investor di bursa saham.

LKH kemudian mengoleksi sekitar 110 juta saham INDY. Suatu hari, JP Morgan Private Banking Singapore mengadakan gathering untuk orang super tajir di Jakarta. LKH termasuk yang diundang. Di gathering tersebut ia bertemu dengan pemegang saham terbesar ketiga di INDY. LKH sembari tersenyum segera menyalami dan memberitahu dia bahwa sahamnya telah kalah banyak dengan LKH.

Harga saham INDY ternyata melesat cepat, seiring dengan naiknya harga batubara. Dalam waktu enam bulan saja, harga saham tersebut sudah mencapai level Rp 600 per saham, alias naik sekitar 450%.

Padahal, kinerja keuangan INDY hingga pertengahan 2016 masih dalam keadaan merugi. LKH akhirnya memutuskan untuk melepas saham INDY, dan menikmati keuntungan sekitar Rp 54 miliar.

Anda ingin sukses berinvestasi saham seperti LKH? Ia selalu memberikan nasihat, "Invest in bad times, sell in good times, and you will get rich." Sederhana, bukan?



TERBARU

×