kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

Makan Siang dengan Tan Chong Koay

oleh Lukas Setia Atmaja - Financial Expert Prasetya Mulya Business School


Senin, 29 Januari 2018 / 18:51 WIB
Makan Siang dengan Tan Chong Koay

Reporter: Lukas Setia Atmaja | Editor: hendrika.yunaprita

Saya beruntung bisa mendapat kesempatan makan siang bersama Dr Tan Chong Koay, pendiri Pheim Asset Management. Ada dua Pheim. Pheim Malaysia, yang berdiri pada 1994, dan Pheim Singapore, yang berdiri sejak 1995.

Dr Tan dijuluki the King of the Second Board di Malaysia, lantaran kepiawaiannya berinvestasi di perusahaan berkapitalisasi pasar kecil pada periode 1995/1996. Sebuah artikel di Bloomberg pada tahun 2006 silam menjulukinya sebagai Southeast Asias small-cap King. Pada tahun 2008 dan 2010, dia dianugerahi penghargaan Best of the Best Award, CEO of the year for Malaysia oleh Asia Asset Management.

Pada tahun 2015, Dr Tan Chong Koay menerbitkan buku best seller-nya, yang berjudul Rising Above Financial Storms. Di dalam buku tersebut, ia menjelaskan filosofi investasinya berdasarkan pengenalan selama 40 tahun mengelola dana masyarakat. Ia menyadari bahwa pasar modal di negara Asia relatif bergejolak. Volatilitas di pasar modal negara Asia tinggi. Ia mengatasinya dengan filosofi investasi untuk "tidak berinvestasi penuh pada saham."

Lewat tulisan ini, saya akan membagi beberapa hal menarik dari investment wisdom yang dimiliki oleh Dr Tan Chong Koay. Pertama, mari coba kita simak beberapa keyakinan fundamentalnya. "I believe the stock market is not efficient. If you believe the equity market is efficient, you will never be a star," kata Dr Tan.

Kedua, Ia juga sangat yakin bahwa pasar modal di ASEAN bergerak dalam ayunan besar setiap satu hingga tiga tahun. Pada periode 1985-2000, misalnya, pasar modal Malaysia mengalami setidaknya delapan kondisi bearish, yakni kondisi di mana harga saham turun cukup nyata.

Maka dari itu, market timing (saat beli atau jual saham) sangat menentukan kinerja sebuah reksadana. Bagaimana caranya? "I approach cycle peak and bottom with contrarian thinking," jelas Dr Tan.

Ketiga, menurut pendapat Dr Tan, "Investors must make every effort to track the changes in the major trends if they wish to outperform". Contration adalah konsep berpikir melawan keyakinan mayoritas investor. Jika kebanyakan investor menjual, maka kita sebaiknya membeli. Demikian pula sebaliknya.

Buat Dr Tan, saham mid-cap atau small-cap belum tentu berisiko tinggi. Banyak di antara saham-saham golongan kecil dan menengah tersebut yang sebenarnya merupakan kuda hitam dan berpotensi mendatangkan cuan besar. Investor hanya perlu menganalisisnya dengan cerdas dan cermat, terutama dari sisi aspek inovasi, komersialisasi, dan penetrasi pasarnya.

Mengenai timing membeli dan menjual, ia menyarankan agar investor jangan membeli ketika harga saham sudah berada pada kondisi di mana harga sudah terlalu tinggi. "One who buys too high can only sell lower," tegas Dr Tan.

Mengenai saat menjual saham, Dr Tan menyarankan investor untuk menjual sedikit lebih awal. Kemampuan membaca tren besar sangatlah penting. "Because when the market comes down, it can come down very sharply," tegas dia.

"Value is in the eye of the beholder," kata dia berulang kali kepada saya. Yang ia maksud adalah nilai sebuah saham tergantung kepada "mata" investor. Seperti nilai sebuah lukisan abstrak Pablo Picasso. Ada yang berani membayar mahal sekali untuk lukisan tersebut, ada pula yang hanya bersedia bayar murah.

Karena itu, ketika aspek psikologi massa sedang bekerja di pasar saham, investor harus bisa merasakan kapan saham sudah terlalu mahal. Jika investor memiliki keyakinan kuat bahwa pasar saham sudah terlalu mahal, maka ia harus keluar dan menjual kepemilikan sahamnya.

Dr Tan tidak menyarankan seorang investor untuk menghabiskan semua dana yang ia miliki untuk membeli saham, terutama saat kondisi ekonomi sedang bagus dan harga saham naik tinggi. "If you are fully invested at all times, particularly if you go in when the economy is doing well and the market is high, it is difficult to make good money out of Asia," papar dia.

Menurut Dr Tan, jika ingin mengendalikan volatilitas harga saham, investor tidak boleh menaruh semua uangnya di saham (fully invested). Mengapa? Jika fully invested, maka investor tetap berada pada titik harga tinggi. Jika terjadi penurunan, ia akan menderita. Memegang uang tunai untuk mengambil kesempatan dari volatilitas harga saham adalah strategi kunci berinvestasi di pasar modal Asia.

Dr Tan memberi contoh. Ketika indeks harga saham mendekati titik tertinggi pada tahun 2007 silam, salah salah satu reksadana yang ia kelola, yakni Pheim ASEAN Fund, memiliki 53% uang tunai. Ketika harga saham akhirnya turun banyak, Dr Tan baru mulai masuk dan menambah porsi investasinya di saham. Lantas, ketika kemudian di akhir tahun 2008 krisis finansial mulai menghantam Asia, uang tunai di Pheim ASEAN funds jumlahnya tinggal kurang dari 10%.

Saat itu, Dr Tan memiliki keyakinan bahwa pasar saham sedang mengalami rebound hingga akhir tahun 2009, sehingga ia mempertahankan posisi fully invested dan meraup keuntungan besar. "If you are investing in a high-volatility environment, you definitely do not want to be fully invested at all times," tegas Dr Tan.

Selain market timing, Dr Tan juga menerapkan strategi value investing. "An investor who has the skills and wisdom to take advantage of the markets peaks and troughs," demikian Dr Tan mendefinisikan seorang value investor yang sukses.

Ketika momok krisis utang negara Eropa menakuti dunia pada tahun 2011, Dr Tan juga tidak terlalu pusing. Ia memiliki pendapat sederhana soal kejadian ini. "I say, never mind Europe, I only care about a few outstanding companies at discounted prices," cetus dia.



TERBARU

×