kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / refleksi

Bukan hamster

oleh Ekuslie Goestiandi - Pengamat Manajemen dan Kepemimpinan


Senin, 12 Februari 2018 / 16:54 WIB
Bukan hamster

Reporter: Ekuslie Goestiandi | Editor: mesti.sinaga

Belakangan ini, saya sering sekali menemukan teman-teman profesional (khususnya para eksekutif) yang mengeluh tentang kesibukan mereka.

Tampaknya mereka memang tak sedang bercanda, karena saya pernah melongok kalender pribadi salah-satu di antaranya. Memang luar biasa padatnya!

Saya sendiri pernah menjadi “korban” kesibukan mereka, karena harus mengalami beberapa kali perubahan jadwal appointment.

Padahal, permintaan pertemuan itu sudah diajukan jauh-jauh hari, dengan harapan supaya bisa diatur tepat waktu. Lagi pula, waktu pertemuan itu hanya diagendakan 1 jam. Luar biasa, bukan?

Walaupun terlihat “mengeluh”, saya menduga bahwa ada kebanggaan terselubung dalam diri mereka perihal kesibukan ini.

Salah satu teman yang sibuk itu pernah berujar, “Being busy is cool, man!” Menjadi sibuk adalah sesuatu yang keren, yang menjadi pertanda eksistensi mereka sebagai pekerja profesional.

Menjadi sibuk adalah pertanda bahwa organisasi membutuhkan, bahkan sangat tergantung kepada mereka. Menjadi sibuk adalah pertanda bahwa kontribusi mereka begitu nyata dan memengaruhi hidup-matinya perusahaan.

Menjadi sibuk sekaligus juga pertanda bahwa waktu, tenaga, dan kompetensi mereka begitu bernilai, dan oleh karenanya musti dihargai (oleh orang lain) secara maksimal.

Singkat cerita, kesibukan seolah berbanding lurus dengan kualifikasi dan harga. Semakin sibuk seseorang, semakin qualified mereka sebagai seorang profesional, dan oleh karena itu semakin mahal pula gaji yang harus dibayarkan kepadanya.

Pengalaman sebaliknya justru terjadi tatkala saya meminta jadwal pertemuan dengan seorang pimpinan perusahaan besar.

Lewat konfirmasi ringkas dengan sekretarisnya, saya sudah bisa bertemu dengan sang CEO dalam hitungan hari. Tepat waktu, tanpa ada sekalipun revisi jadwal!

Di tengah pertemuan, saya menyelipkan satu pertanyaan ringan, “Walaupun Bapak seorang CEO perusahaan besar, tampaknya tidak terlalu repot mengurus kesibukan sehari-hari?”

Di luar dugaan, beliau menjawab secara analogis, “Saya seorang profesional, bukan hamster?” Nah loh.., apa pula maksudnya? Apa pula urusannya dengan “tikus mungil” nan lucu tersebut?


 

Sibuk dan efektif
Begini ceritanya, pembaca. Umumnya, hewan hamster dipelihara dalam sebuah kandang jeruji kecil, lengkap dengan segala makanan, minuman dan juga aksesorinya.

Salah-satu aksesori utama (bahkan wajib) dalam kandang hamster adalah roda putar. Hamster senang sekali memanjat roda tersebut, karena pada dasarnya hewan mini tersebut senang dan bisa berjalan hingga bermil-mil di alam terbuka.

Begitu gesitnya hamster memanjat, seringkali roda tersebut berputar begitu cepat. Semakin lincah kakinya merambat, semakin cepat pula rodanya berputar.

Namun, seberapa cepat pun kakinya melangkah dan seberapa banyak pun tenaga yang telah dikeluarkan, toh pada akhirnya sang hamster tak beranjak ke mana-mana. Alias, jalan di tempat.

Sang CEO kembali bertutur penuh hikmat bahwa “tugas seorang profesional pertama-tama adalah menjadi efektif, bukannya sibuk”.

“Efektif” merujuk kepada besaran manfaat, kontribusi dan progres yang kita berikan kepada organisasi dan stakeholders.

Sementara “sibuk” terkait dengan volume aktivitas dan kepadatan jadwal seseorang. Keduanya tak selalu berhubungan, seperti yang ditunjukkan oleh hewan hamster di atas.

Hamster yang asyik, seru dan heboh saat memanjat roda putar, namun sekaligus juga hamster yang keletihan, bingung sendiri, dan tak bergerak ke mana-mana.

Secara kebetulan, beberapa hari yang lalu saya membolak-balik majalah lawas, Fortune, 27 Maret 2006.

Di dalamnya ada liputan bertajuk Secret of Greatness, yang mengungkap rahasia gaya kerja para kampiun bisnis waktu itu, seperti Carlos Ghosn (Nissan & Renault), Howard Schultz (Starbucks), A.G Lafley (Procter & Gambler), Hank Paulson (Goldman Sachs), dan juga Nandan Nilekani (Infosys).

Adalah Nilekani, saat ini Non-Executive Chairman Infosys, perusahaan piranti lunak kelas dunia yang berbasis di India, yang juga dengan tegas membedakan antara “sibuk” dan “efektif”.

Bahkan, Nilekani justru mengusung slogan be less busy, and more effective sebagai jargon hidupnya.

Di tengah kepungan aktivitas bisnis keseharian yang melimpah-ruah, Nilekani sejak awal menyusun prioritas kerjanya secara selektif, terstruktur, dan terkoordinasi baik.

Ia bahkan mengaku, “I’am generous with my money, but stingy with my time.”

Ia tahu, waktunya yang terbatas harus digunakan untuk sesuatu yang bisa mendatangkan manfaat, bukan sekadar mengeluarkan keringat.



TERBARU

×