kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / refleksi

Semakin tinggi semakin peduli

oleh Ekuslie Goestiandi - Pengamat Manajemen dan Kepemimpinan


Selasa, 20 Februari 2018 / 15:58 WIB
Semakin tinggi semakin peduli

Reporter: Ekuslie Goestiandi | Editor: mesti.sinaga

Ini sepotong kisah masa lalu di negeri Paman Sam. Pada waktu pagi hari, di suatu musim salju yang dingin, seorang bapak tua berdiri membungkuk di pinggir jalan.

Dia hendak mencegat penunggang kuda yang lewat, yang bisa dan ditumpanginya. Beberapa orang lewat dengan kudanya, namun si bapak tua membiarkan mereka berlalu begitu saja.

Hingga... tiba saat seorang pemuda dengan kuda putih bergerak menghampirinya. Tak menunggu waktu lama, si bapak tua pun menjulurkan tangan, memberi tanda agar penunggang kuda berkenan untuk berhenti.

Melihat tanda itu, dengan seketika pula, sang penunggang memelankan langkah kudanya. Dengan sigap dia melompat turun. Tidak berbicara banyak, pemuda itu langsung memapah sang bapak tua, dan menaikkannya ke punggung kuda.

Pemuda itu pun mengayunkan kaki, berjalan beriringan dengan kudanya sambil memegang tali pelana.

Di tengah jalan, sang pemuda itu pun bertanya, “Apakah bapak sudah menunggu lama untuk mendapatkan kuda tumpangan?”

Dengan suara lirih, bapak tua menjawab, “Memang, ada beberapa orang berkuda yang lewat di depan saya. Tapi, hanya terhadap engkau, saya berani memohon bantuan. Kepada yang lain, saya diam, membiarkan mereka berlalu begitu saja.”

Sontak pemuda itu pun terperanjat dan bertanya masgul, “Mengapa begitu?” Bapak tua itu menjawab, “Hanya dalam pandangan matamu, saya melihat ada pancaran kepedulian yang tulus.”

Sampai di tempat yang dituju, bapak tua diturunkan dari kuda. Sang pemuda empunya kuda pamit, sembari menaiki kudanya kembali.

Ia memutar balik dan berjalan menuju ke tempat kerjanya di Gedung Putih, tempat Presiden Amerika Serikat menjalankan tugas.

Ya, pemuda penunggang kuda yang baik hati itu adalah George Washington, Presiden Amerika Serikat yang pertama.


 

Pembaca, cerita di atas saya dapatkan dari seorang pengajar sekolah taman kanak-kanak. Kisah sederhana nan mulia, yang mengingatkan saya kepada nasihat kepemimpinan dari seorang guru kehidupan.

Kata guru saya, salah satu kualitas diri yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah caring, sikap perhatian dan kepedulian terhadap orang-orang yang dipimpinnya.

Laksana seorang gembala yang terlibat dalam kehidupan kawanan ternaknya yang dengan kesungguhan hati mengiringi sekaligus menggiring langkah mereka.

Di antara begitu banyak atribut kepemimpinan, guru saya percaya bahwa caring adalah salah satu kualitas terpenting. Mengapa?

Karena, baginya tak mungkin orang akan mengikuti, bahkan “menitip nyawa” kepada sosok pemimpin yang dia sendiri tidak yakin akan peduli kepada dirinya.

Seseorang bersedia dipimpin, karena dia percaya bahwa kehidupannya akan diperhatikan dan dipedulikan oleh orang yang memimpinnya.

Dengan demikian, sesungguhnya tidak ada tempat bagi orang yang selfish, yang semata-mata mementingkan dirinya sendiri, untuk menjadi pemimpin yang dihormati dan diikuti secara tulus oleh 0rang-orang yang dipimpinnya.

Pemimpin sejati adalah sosok yang sudah merdeka dari kepentingannya sendiri, dan sungguh peduli kepada kebaikan dan kepentingan orang lain. Dan, seperti kata pemimpin Tibet, Dalai Lama, “If you shift your focus from ownself to others, and think more about other’s well-being and welfare, it has an immediate liberating effect”.

Efek “pemerdekaan atawa pembebasan” dari kepentingan diri sendiri diperoleh seseorang lewat sikap kepeduliannya pada kepentingan, kebaikan dan kesejahteraan orang lain.

Saya akan melengkapi tulisan ini dengan cerita lain, yang juga saya dapatkan dari teman pengajar taman kanak-kanak yang saya sebutkan tadi di atas.


 

Alkisah, ada beberapa prajurit yang mencoba memindahkan batang kayu yang berat. Seorang perwira berdiri tegak memelototi mereka yang sedang berjuang keras memindahkan kayu tersebut.

Beberapa waktu berusaha, ternyata mereka tidak berhasil memindahkan batang kayu tersebut.

Tak berapa lama kemudian, datang seorang pemuda penunggang kuda mendekati mereka. Dengan heran, sang pemuda bertanya kepada si perwira: mengapa dia tidak ikut membantu prajurit-prajuritnya yang sedang berjuang keras, namun tidak kunjung berhasil mengangkat kayu yang berat itu?

Si perwira pun menjawab dengan tegas, “Saya adalah seorang perwira. Tugas saya adalah memberi perintah!!” Tak menunggu lama, sang pemuda pun turun dari kudanya.

Dia kemudian menyingsingkan lengan, dan ikut mengangkat batang kayu tersebut bersama-sama dengan para prajurit. Hingga akhirnya, batang kayu itu pun dapat dipindahkan.

Sang pemuda dengan tenang kembali menaiki kudanya, dan beranjak pergi. Tak lupa, ia berkata kepada si perwira, “Lain kali, jika anak buah Anda membutuhkan bantuan, segera panggil Panglima.”

Setelah pemuda berkuda itu berlalu, si perwira dan para prajuritnya baru menyadari bahwa sang penunggang kuda tersebut adalah seorang presiden. Lagi-lagi, orang itu adalah George Washington.

Semakin tinggi, semakin peduli; semakin tinggi, semakin melayani.



TERBARU

×