kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

Bitcoin: Sebuah sudut pandang

oleh Satrio Utomo - Pengamat Pasar Modal


Selasa, 24 April 2018 / 13:59 WIB
Bitcoin: Sebuah sudut pandang

Reporter: Satrio Utomo | Editor: mesti.sinaga

Nilai tukar bitcoin terhadap dollar AS sempat jatuh sesaat ke bawah US$10.000. Mata uang virtual yang pada pertengahan Desember 2017 sempat mencapai titik tertinggi, hampir mendekati US$ 20.000 untuk setiap bitcoin (BTC)-nya, nilainya terpotong sekitar setengah, dalam waktu tak sampai 1,5 bulan.

Kejatuhan ini bukanlah sinyal berakhirnya kegilaan (hype) terjadap mata uang ini. Tapi, terpangkasnya nilai BTC meninggalkan pertanyaan: Apa dan bagaimana sih bitcoin ini sebenarnya?

Jujur, saya saat ini juga sedang belajar mengenai bitcoin. Saya sebenarnya tertarik dengan isu Bitcoin ini karena melihat pergerakan harganya yang sangat volatil.

Sedemikian volatil, sehingga sebagai seorang analis teknikal, saya tertarik melakukan pembacaan, atau berusaha menjelaskan pergerakannya menggunakan analisis teknikal.

Bitcoin adalah cryptocurrency dalam sebuah system pembayaran global. Jadi, secara singkat, bitcoin adalah alat tukar.

Karena bisa digunakan sebagai alat pembayaran, maka kemudian ditentukan kurs, berapa nilai bitcoin terhadap mata uang suatu negara.

Terhadap dollar AS (USD) misalnya. Karena ada nilai tukar, bitcoin kemudian menjadi instrumen finansial.

Sementara posisi Bank Indonesia terhadap bitcoin sudah tegas. Dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, Pasal 34 butir a , Bank Indonesia secara jelas menyatakan Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran dilarang melakukan pemrosesan transaksi pembayaran dengan menggunakan virtual currency.

BI juga menyatakan secara tegas bitcoin tak bisa digunakan sebagai alat bayar di Pasal 34 huruf a.

Jadi hukum bitcoin sebagai alat tukar sudah jelas: dilarang oleh BI! Bagaimana ketika bitcoin menjadi instrumen finansial?

Karena bitcoin adalah alat tukar yang memiliki kurs terhadap mata uang lainnya, maka yang cocok mengatur perdagangannya sebagai instrumen finansial lebih menyerempet ke Bappebti.

Kalaupun ada perdagangan bitcoin di Indonesia, sepertinya pialang anggota bursa berjangka yang pertama memfasilitasi.

Akan tetapi, kalau nanti ada kejadian bitcoin jadi tidak bernilai, apakah pialang berjangka yang memperdagangkan bakal dikejar sebagai pelaku investasi bodong oleh OJK?

Jadi, kita masih perlu menunggu aturan-aturan yang dibuat lembaga terkait yang berwenang mengatur bitcoin sebagai instrumen finansial.

Tapi apa boleh berinvestasi di bitcoin? Kalau saya diminta menjawab pertanyaan itu, saya kemudian akan berbalik bertanya: Emang menurut Anda apa itu investasi?

Investasi itu berarti pembelian (dan produksi) barang modal yang tidak dikonsumsi, tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang.

Dalam berinvestasi, kita melakukan komitmen atas sejumlah dana di masa sekarang pada suatu aset, di mana aset tersebut diharapkan bisa memberikan nilai lebih tinggi di masa yang akan datang.

Berbicara mengenai investasi, orang biasa berbicara mengenai keuntungan jangka panjang. Warren Buffet membeli saham Coca-Cola di 1988 untuk tujuan investasi dan terus disimpan (hold) hingga saat ini.

Membeli aset dengan berharap akan pertumbuhan nilai jangka panjang, itulah investasi.

Karena jangkanya panjang, maka sebaiknya dilakukan pada aset-aset yang memiliki peluang untuk mengalami peningkatan nilai untuk jangka panjang.

Di Indonesia, tanah atau properti bisa untuk investasi, karena nilainya untuk jangka panjang, sudah terbukti selalu naik.

Emas juga sudah terbukti memiliki nilai yang terus meningkat di jangka panjang. Saham dengan fundamental yang bagus juga sudah terbukti memiliki nilai investasi.

Akan tetapi, dengan sejarah bitcoin yang sedemikian pendek (baru ditemukan pada 2009) dan dengan volatilitas harga yang sedemikian tinggi, apakah bitcoin bisa untuk investasi jangka panjang?

Kalau menurut saya sih enggak. Dari dua faktor itu, kalau dari masalah sejarah yang pendek dan volatilitas yang panjang, bitcoin bukan merupakan instrumen finansial yang menarik untuk investasi.

Apalagi, BI sudah melarang bitcoin sebagai alat tukar. Yakin masih mau berinvestasi di bitcoin?

Selain itu, sebagai seorang analisis teknikal, saya bisa bilang volatilitas harga bitcoin membuat pusing.

Yang membuat pusing saya adalah begini: harga bitcoin itu juga bergerak ketika hari libur. Enggak cuma Sabtu atau Minggu. Di 1 Januari yang merupakan hari libur internasional saja, harga bitcoin masih bergerak.

Artinya, kalau kita mengamati bitcoin, tidak ada hari libur. Tidak adanya hari libur ini membuat pelatihan analisis teknikal menjadi lebih sulit.

Kok bisa? Iya, kalau pelatihan saham teknikal, orang bisa hanya sekedar memakai contoh-contoh dari harga saham yang pada hari libur harganya tidak bergerak, sekedar untuk bisa ngomong sana-sini.

Tapi, karena bitcoin bergerak di hari libur, peserta dari pelatihan yang cerdas bisa saja bertanya, "Pak, katanya tools teknikal Bapak bagus, bagaimana prediksi Bapak mengenai bitcoin? Bagaimana penjelasan dari tools analisis teknikal Bapak untuk pergerakan bitcoin belakangan ini?" Waduh, sulit itu.

So, bagaimana? Apakah Anda akan mentransaksikan bitcoin? Saya sih enggak. Ustadz saya masih bilang kalau bitcoin itu hukumnya secara agama Islam masih meragukan (subhat), sehingga saya masih tidak mau melakukannya. Akan tetapi, tidak melakukan transaksi kan bukan berarti tidak boleh melakukan prediksi.

Kalau Anda mencari analisis atau prediksi mengenai bitcoin, silakan saja pelototin status saya di laman Facebook saya. Anda dengan mudah bisa menemukan prediksi keliru atau prediksi gabener yang saya buat.

Jadi, happy trading. Semoga barokah!



TERBARU

×