kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

Saatnya Mengambil KPR

oleh Budi Frensidy - Penulis Buku Cerdas Menghadapi Trik Bank


Sabtu, 07 Juli 2018 / 10:00 WIB
Saatnya Mengambil KPR

Reporter: Budi Frensidy | Editor: hendrika.yunaprita

Selama tiga tahun berturut-turut (2015-2017), inflasi sangat terkendali yaitu di kisaran 3%–4% setiap tahunnya. Dengan inflasi serendah itu, bunga acuan BI 7-day RRR pun turun ke tingkat terendah, yaitu hanya 4,25% sejak beberapa bulan lalu. Bunga deposito juga merosot ke kisaran 5%. Implikasinya, bunga pinjaman baru bank ikut turun ke tingkat terendahnya.

Untuk bunga KPR, BCA menawarkan 5,61% p.a. efektif untuk 2 tahun pertama dan 6,61% untuk 3 tahun berikutnya. Sementara bunga efektif KPR sebuah bank BUMN besar mulai dari 3,55% untuk 2 tahun pertama dan 6,55% di 3 tahun selanjutnya. Terakhir, sebuah bank BUMN lainnya hanya mematok bunga KPR 3% untuk 1 tahun pertama.

Sayangnya, ini hanya berlaku untuk kredit baru dan tidak untuk pinjaman lama. Jika Anda terlanjur mengambil KPR dengan bunga 9% atau lebih p.a. beberapa tahun lalu, jangan berharap bunga KPR Anda akan diturunkan oleh bank, walaupun dalam perjanjian kredit disebutkan bunga pinjaman akan disesuaikan mengikuti bunga pasar.

Jika Anda cerdas, Anda akan menyadari bahwa bunga mengambang KPR adalah seperti harga barang yang hanya bisa bergerak satu arah, yaitu naik. Ini dikarenakan yang menentukan naik-turunnya bunga ini adalah bank dan nasabah tidak akan pernah dimintai persetujuan, apalagi diajak diskusi.

Dalam perjanjian kredit tidak disebutkan acuan yang digunakan bank untuk menentukan besaran bunga mengambang ini, seperti berapa persen di atas inflasi, bunga acuan BI, atau bunga deposito bank. Inilah salah satu trik bank yang membuat hubungan bank dan nasabahnya asimetris alias tidak seimbang. Bank punya kekuasaan sepenuhnya untuk menentukan bunga mengambang KPR-nya.

Tidak ada bank yang mau labanya berkurang. Direksi bank tidak ada yang bersedia bonus tahunannya yang miliaran mengecil. Pemegang saham bank, termasuk pemerintah yang masih memiliki 60% saham bank-bank BUMN besar, juga tidak mau setoran dividen banknya turun.

Bunga mengambang bank adalah strategi bank untuk tidak merugi saat inflasi dan bunga pasar naik, sekaligus kesempatannya untuk meraih keuntungan besar jika inflasi dan bunga pasar turun, yaitu dengan tidak menurunkan bunga KPR lama.

Dengan bunga mengambang, bank memegang opsi; sementara debitur KPR, tanpa disadari, telah menjadi pihak yang memberi opsi itu secara gratis. Mestinya, bank membayar kepada debitur KPR untuk opsi bunga mengambang ini layaknya orang-orang yang ingin memiliki opsi di bursa atau membeli asuransi untuk proteksi.

Memahami trik bank di atas, sekitar tujuh tahun lalu saya pernah mengajukan kredit multiguna dari sebuah bank BUMN besar dengan bunga tetap, karena hanya untuk 4–5 tahun. Permohonan pinjaman saya disetujui, tetapi tidak untuk bunga tetapnya. Saya harus menerima bunga mengambang. Saya mengajukan banding tetapi bank bergeming dan saya pun tidak jadi mengambil kredit berbunga awal 10% itu, yang rencananya akan saya gunakan untuk investasi.

Sebagai orang keuangan, saya tidak bersedia memberi opsi kepada bank dengan gratis. Bank punya trik, nasabah yang pintar mestinya punya akal. Bank bersenjatakan kekuasaan dan kebiasaan, saya berbekal matematika dan pengalaman. Jika biasanya bank yang menolak permohonan pinjaman, kali ini saya yang menolak tawaran kredit bank karena tidak mau terjebak dengan bunga mengambang.

Menariknya, setelah tidak jadi mengambil kredit bank itu, inflasi semakin rendah dan bunga kredit baru bank juga turun. Saya pun mendengar sebuah bank BUMN lain menawarkan KPR rumah baru dan rumah bekas di atas Rp 500 juta dengan bunga efektif 7,49% untuk dua tahun pertama. Tanpa ragu, saya memanfaatkan tawaran itu di akhir 2011 guna membeli rumah bekas seharga Rp 1 miliar lebih untuk investasi.

Apa yang terjadi di akhir 2011 dan awal 2012 itu kini kembali terulang. Bank-bank bersaing menawarkan bunga rendah untuk KPR-nya. Jika 6 tahun lalu bunga KPR masih di atas 7%, saat ini angkanya lebih rendah lagi. Salah satu bank besar bahkan gencar beriklan menawarkan bunga KPR 3,55% p.a. untuk dua tahun pertama dan 6,55% untuk tiga tahun berikutnya. Pengenaan bunga seperti ini fair, paling tidak untuk 5 tahun pertama.

Dengan harga rumah yang umumnya stagnan beberapa tahun terakhir dan bunga yang sedang rendah, inilah saat yang sangat tepat untuk mengambil KPR, baik untuk rumah pertama yang akan ditinggali maupun untuk rumah kedua dan ketiga untuk investasi. Dengan inflasi tahunan rata-rata 3,5% dalam tiga tahun terakhir dan bunga KPR sekitar itu juga, tidak ada suku bunga riil yang Anda bayarkan. Prediksi saya, 2 bulan ke depan inflasi dan suku bunga akan naik, sehingga bunga KPR pun akan disesuaikan kembali. Apalagi bunga The Fed akan dinaikkan empat kali tahun ini.

Karenanya, bergegaslah mengambil KPR untuk 5 tahun. Jangan lebih lama dari itu, kecuali jika bank Anda hanya menyetujui periode di atas 5 tahun. Jika ini terjadi, pesan saya, Anda harus menyiapkan dana pelunasan di akhir tahun kelima. Mengapa? Karena sangat mungkin bank akan menaikkan 5%–6% setelah 5 tahun pertama, seperti pengalaman KPR saya enam tahun lalu.

Dari 7,49%, bunga KPR saya dinaikkan jadi 13% setelah periode bunga tetap berakhir di awal 2014 tanpa pemberitahuan sama sekali. Empat bulan kemudian bank kembali menaikkannya menjadi 13,5%. Tidak sudi dengan kenaikan ini, karena bunga KPR baru bank itu hanya naik 2% menjadi sekitar 9,5%, saya langsung melunasi seluruh utang di bulan itu.

Bank punya opsi menaikkan bunga semaunya, nasabah punya opsi melunasi lebih cepat, walau tidak gratis, karena ada denda tambahan sekitar 2,5%. Sejatinya, nasabah mempunyai satu opsi lain, yaitu refinancing. Saya akan menuliskannya pada kesempatan lain.



TERBARU

×