kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / wakeupcall

Mengenal Investasi Rip Van Winkle

oleh Lukas Setia Atmaja - Financial Expert-Prasetiya Mulya Business School


Minggu, 08 Juli 2018 / 11:00 WIB
Mengenal Investasi Rip Van Winkle

Reporter: Lukas Setia Atmaja | Editor: hendrika.yunaprita

Ternyata strategi investasi favorit Lo Kheng Hong (LKH), yang dijuluki Warren Buffett of Indonesia, mirip bak kisah hidup Rip Van Winkle. LKH pandai menganalisis saham sehingga bisa memilih saham yang salah harga alias harganya kemurahan. Dia juga memiliki keberanian melawan arus. Di saat mayoritas investor memilih menjual saham sektor tertentu, dia justru membeli saham tersebut.

Namun tanpa filosofi Rip Van Winkle, LKH tidak akan pernah meraih hasil investasi fantastis. LKH selalu mengatakan kepada saya, strategi terbaik adalah beli saham dan tidur. Hasil fantastis investasi saham yang dilakukan LKH didapat dari memegang suatu saham secara jangka panjang.

Kalau tidak percaya, mari kita tengok beberapa contoh portofolio yang pernah dipegang LKH. Misalnya, LKH pernah memiliki saham PT United Tractors Tbk (UNTR) selama enam tahun. Dia juga masuk saham PT Multibreeder Adirama Indonesia Tbk (MBAI) enam tahun.

Selain itu, LKH pernah memegang saham PT Japfa Comfeed Indonesia Tbk (JPFA), juga selama enam tahun. Terakhir LKH diketahui membeli saham PT Indika Energy Tbk (INDY) saat harganya masih di Rp 100 per saham dan saham PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP) di harga Rp 1.000 per saham beberapa tahun silam.

Ia lalu "tidur" pulas. Saat LKH tidur, harga saham Indika serta Indah Kiat naik tinggi ke level Rp 3.700 dan Rp 12.000 per saham. Jika tidak tidur, biasanya investor hanya menikmati keuntungan biasa-biasa saja. Umumnya mereka tergoda untuk menjual sahamnya saat harga naik cukup tinggi, 20%, misalnya.

LKH memang beda. Ia sanggup menahan diri untuk tidak menjual sahamnya karena punya keyakinan bahwa saham yang ia pegang, meski sudah naik tinggi harganya, tetap dalam status salah harga, alias harganya kemurahan.

Lalu, siapakah sebenarnya Rip Van Winkle, yang filosofinya diterapkan oleh LKH ini?

Rip Van Winkle tahu betul cara menikmati hidup. Ia suka tidur. Suatu hari ia tertidur di bawah pohon dan baru bangun 20 tahun kemudian. Dia sadar jenggotnya memanjang dan dunia telah berubah. Istrinya dan sebagian besar temannya telah meninggal dunia. Beruntung, anak perempuannya masih mengenalinya.

Memang Rip Van Winkle ini cuma tokoh fiksi yang muncul dalam cerita klasik karya Washington Irving, pengarang Amerika Serikat (AS), yang dipublikasikan tahun 1819. Lantas, apa hubungan Rip dengan investasi?

Investasi saham terlanjur identik dengan petualangan mencari saham 'salah harga' (underpriced) atau yang bakal cepat naiknya. Agenda utamanya, mengamati pergerakan harga saham dan berita ekonomi bisnis, serta melakukan analisis teknikal dan fundamental yang rumit.

Berbagai stock picking strategy dipraktikkan demi mencapai tujuan get rich quick. 'Permainan' makin seru ketika investor berinvestasi dengan horizon jangka pendek (trading).

Ritme menang-kalah-menang-kalah menjadi menu sehari-hari para investor. Ibaratnya pendulum, yang berayun di antara ketakutan (fear) dan ketamakan (greed). Dibutuhkan otot kawat jantung besi serta kematangan emosi.

Mengapa tidak mencoba sesuatu yang lain? Misalnya, berinvestasi dengan gaya Rip Van Winkle (RVW). Richard Thaler, pakar Ekonomi Keuangan dari University of Chicago bilang, "RVW would be the ideal stock market investor".

Sebagai investor ala RVW, kita membeli semua saham pada awal 1990 ketika IHSG di level 400. Kemudian 'tidur' selama 20 tahun, sehingga tidak perlu merasakan panasnya suhu politik 1997, susahnya hidup selama krisis moneter 1998 dan kekhawatiran akibat krisis subprime mortgage.

Bum! Saat kita terbangun pada awal 2018, IHSG sudah ada di level 6.000-an. Secara rata-rata, investasi di bursa Indonesia memberikan imbal hasil 15% per tahun.

Nasihat Gerber patut kita simak. Bursa saham seperti pria yang berjalan menaiki tangga dengan bermain yoyo. Dalam jangka panjang, naik-turunnya yoyo tidak ada kaitannya, sebab kakinya selalu melangkah naik. Jadi, kuncinya ada pada kaki, bukan yoyo.

Konsisten dengan teori ini, berbagai serpihan empiris mengindikasikan strategi investasi aktif, seperti market timing atau stock picking, justru memberi hasil lebih rendah daripada strategi investasi pasif seperti indexing (membeli seluruh saham yang ada pada suatu indeks pasar, seperti LQ45) maupun strategi buy and hold.

Tertarik berinvestasi secara damai ala RVW? Ada empat langkah praktis. Pertama, tentukan berapa lama kita akan 'tidur': tiga tahun, lima tahun, 10, 15 atau 20 tahun? Sesuaikan periode tidur ini dengan tujuan investasi kita. Misalnya, lima tahun lagi membutuhkan uang untuk menyekolahkan anak sulung di luar negeri. Atau 15 tahun lagi membutuhkan dana untuk persiapan pensiun.

Kedua, pilih saham perusahaan yang memiliki competitive advantage serta brand dan leadership yang kuat, dan produknya masih dibutuhkan hingga setidaknya 20 tahun mendatang. Selain itu, konsisten membagi dividen, menerapkan good corporate governance dan adaptif terhadap perubahan lingkungan bisnis.

Ketiga, selalu lakukan diversifikasi, karena kita tidak pernah tahu saham mana yang bakal melejit dan mana yang bakal memudar. Investasikan sebagian free cash flow pada sekitar 10 saham pilihan. Sisanya diinvestasikan pada obligasi pemerintah untuk berjaga-jaga, jika kita 'bangun' pada saat yang salah.

Terakhir, dan yang paling sulit, tetaplah 'tidur' sesuai jadwal tanpa terpengaruh hiruk-pikuk harian bursa.



TERBARU

×