Reporter: Harian Kontan | Editor: Yuwono triatmojo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tanpa terasa, kita akan segera mengakhiri triwulan pertama tahun 2021. Menutup periode ini, pertanyaan yang sering terungkap, sejauh mana kinerja di triwulan pertama mampu berkontribusi pada pencapaian sasaran tahunan.
Apakah pencapaian kinerja di periode ini benar-benar sesuai target dalam rencana kerja tahunan? Atau perlukah dilakukan upaya khusus guna mengatasi ketertinggalan pencapaian kinerja pada Triwulan kedua mendatang.
Beberapa pakar meyakini bahwa tahun 2021 sampai 2022 mendatang, dunia bisnis masih harus menghadapi ketidakpastian yang tinggi.
Selain menunggu hasil dari program vaksinasi nasional , dunia industri domestik tengah menantikan pemulihan ekonomi yang terjadi di sejumlah negara mitra.
Oleh karena itu, pengelola perusahaan perlu menyiapkan sebuah mekanisme yang dapat mengawal upaya dalam meraih sasaran kinerja yang telah disepakati bersama dengan pemegang saham.
Salah satu mekanisme yang dapat dipilih adalah mengintegrasikan sistem manajemen risiko ke dalam proses pengelolaan strategi bisnis perusahaan. Prinsip ini diperkenalkan pertama kali pada tahun 2017. Di dalam prinsip ini, pengelolaan risiko dipandang sebagai bagian terintegrasi dari proses perumusan dan pengelolaan strategi.
Lebih lanjut, manajemen risiko dapat difungsikan sebagai sebuah sistem yang dapat memberi masukan terkait alternatif strategi yang dipilih maupun ketika strategi dijalankan. Dengan mekanisme itu, niscaya perusahaan sangat terbantu dalam menjalankan strategi menuju sasaran kinerja yang menjadi target bersama.
Sebagai contoh, misalnya untuk menghadapi triwulan kedua, perusahaan mempunyai tiga alternatif strategi; sebut saja strategi A, B dan C. Bila perusahaan tidak menegakkan sistem manajemen risiko secara formal, maka bisa jadi pertimbangan risiko hanya dilakukan ketika memformulasikan strategi A, B dan C.
Hal itu sah-sah saja, namun pengelolaan risiko tidak dapat dijalankan secara efektif. Sebaliknya, ketika perusahaan menerapkan sistem secara formal, maka sesaat ketika alternatif strategi dirumuskan, langkah berikutnya adalah melakukan proses manajemen risiko, mulai dari identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko serta menyusun rencana perlakuan risiko.
Dengan kata lain, ketika suatu strategi dinilai mengandung risiko di luar batas toleransi risiko perusahaan, maka dapat dipastikan bahwa alternatif strategi perlu dihilangkan, atau ditunda pelaksanaannya.
Melalui cara ini, maka manajemen perusahaan hanya akan menjalankan strategi yang benar-benar memenuhi syarat pengelolaan risiko.
Di satu sisi, hal itu akan meningkatkan jaminan bagi keberhasilan strategi dalam mencapai target kinerja, di lain sisi, hal ini akan turut berkontribusi untuk memperpanjang masa hidup perusahaan.
Pada sesi diskusi dengan beberapa pimpinan perusahaan, terdapat realitas bahwa terkadang bukan sesuatu hal yang mudah bagi mereka untuk merevisi strategi yang telah ditentukan.
Bisa jadi karena proses birokrasi yang cukup panjang dan kompleks, sehingga ketika semua itu dilakukan dalam tenggat waktu pendek, maka kesempatan untuk menyesuaikan strategi dengan perubahan dinamika lingkungan menjadi sangat kecil.
Bila anda juga mengalami hal yang sama, artikel ini menyarankan untuk mengajukan proposal perubahan strategi yang dilengkapi dengan pertimbangan risiko yang cukup lengkap, tajam dan komprehensif.
Saya teringat akan sebuah perusahaan yang ditargetkan untuk melakukan proses go-public di akhir tahun ini.
Sejak awal tahun 2020, setiap upaya untuk menyiapkan strategi go-public telah dilakukan, mulai dari penyiapan dokumen yang diperlukan, pengaturan strategi, peningkatan kinerja hingga pembenahan sistem prosedur operasi yang memungkinkan perusahaan dapat dikelola secara lebih baik lagi.
Di akhir tahun, aspirasi pemegang saham mengarahkan manajemen untuk melakukan proses go-public di tahun 2021. Asumsi yang digunakan adalah bahwa pandemi diperkirakan mengarah pada penurunan di pertengahan tahun ini.
Bila sampai dengan triwulan pertama tahun ini tampak bahwa asumsi tersebut perlu diubah, disesuaikan dengan realitas di lapangan maka manajemen dapat melakukan kajian manajemen risiko atas rencana tersebut.
Misalnya, manajemen mengukur besaran risiko pasar, risiko bisnis dan risiko keuangan untuk melihat apakah rencana tersebut masih layak untuk dilakukan.
Jika risikonya dinilai masih sangat tinggi dan berada di luar batas toleransi risiko perusahaan, maka pilihannya adalah menunda rencana go-public atau bahkan mungkin membatalkannya untuk sementara waktu hingga menunggu pemulihan ekonomi terjadi.
Demikianlah sistem manajemen risiko berperan sebagai mesin pengingat bagi manajemen akan setiap strategi yang akan dijalankan.
Paparan di atas menunjukkan bahwa melengkapi strategi perusahaan dengan manajemen risiko yang tepat akan menyelamatkan kinerja perusahaan dalam jangka pendek. Semoga solusi ini bermanfaat bagi Anda. Salam sehat selalu!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News