Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah turun sekitar 0,91% month to date (MTD) hingga 18 September 2019. Sedangkan performa indeks LQ45 minus 0,40% untuk periode yang sama.
Investor asing masih jual saham secara bertahap sejak mencapai puncak kepemilikan asing tahun ini pada 16 Juli 2019. Asing membukukan total akumulasi penjualan di pasar regular dan negosiasi sejumlah Rp. 17,3 triliun.
Dari sejak investor asing mulai menjual, IHSG turun 2,2% dan indeks LQ45 terperosok 3,5% per 18 September. Kelakuan investor asing masih diimbangi investor lokal, sehingga penurunan indeks saham tidak terlalu tajam.
Pertanyaan yang timbul selanjutnya adalah, apakah investasi di saham masih menarik, di tengah berita regional yang relatif kurang mendukung? Pertanyaan ini bisa dijawab dari banyak sisi. Pada kesempatan kali ini, penulis mencoba mengadakan penelitian kecil untuk menjawab pertanyaan di atas dari sudut telaah historis.
Apakah memang ada bulan-bulan tertentu yang baik atau buruk untuk berinvestasi? Mengingat menjelang akhir tahun, kita mengenal ada fenomena window dressing. Kita coba analisis berdasarkan pergerakan LQ45 dan sering digunakan sebagai investment universe oleh investor institusi, seperti dana pensiun, asuransi dan manajer investasi.
Data return bulanan diambil dari awal Januari 2010 hingga 18 September 2019. Dengan demikian, khusus September 2019 datanya tidak lengkap satu bulan, tapi hanya 18 hari kalender saja. Konsekuensi lainnya adalah, untuk data periode Oktober dan Desember, hanya ada sembilan data historis, yaitu dari Oktober 2010 hingga Oktober 2018 saja.
Selain menghitung return bulanan, penulis juga menghitung probabilitas return positif selama periode pengamatan. Jadi, misalkan di Januari ada delapan kali return bulanan positif dari 10 data return bulanan, maka probabilitas naik adalah 8/10 alias 80%. Hasil lengkapnya disajikan di tabel yang ada di halaman ini.
Ternyata dari pengamatan sederhana, terlihat September ini probabilitas return positif masih fifty-fifty, dengan rata-rata return per bulan hanya 0,14%. Ingat, biaya transaksi broker belum dihitung, sehingga bila investor memasukkannya, pasti hasilnya merugi.
Oktober agak di luar dugaan, karena ternyata probabilitas naik mencapai 78%. Rata-rata return per bulan sebesar 2,98%, sehingga menempati posisi runner-up terbaik.
Yang menarik adalah Desember, karena hijau terus selama sembilan tahun terakhir, dengan rata-rata return tertinggi di antara bulan-bulan lainnya, yaitu 3,13%. Return bulanan tertinggi di Desember terjadi di 2017, mencapai 8,79%, hanya kalah dari return Maret 2010 yang tercatat 8,82%.
Bulan baik lainnya untuk berinvestasi adalah Maret, dengan probabilitas naik 90% dan rata-rata return 2,16%. Bahkan Maret mengalahkan Januari, yang terkenal dengan January Effect.
Setelah Maret, ranking selanjutnya adalah Juli dan Februari, dengan return masing-masing 2,09% dan 1,93%. Probabilitas kenaikannya sama, yaitu 70%.
Bila digambarkan proporsi rata-rata return bulanan yang positif, bisa mudah terbaca secara visual bahwa Desember dan Oktober saja memberi andil lebih dari sepertiga return tahunan. Belum bila ditambah Februari, Maret dan Juli, sehingga sudah menyumbang sekitar 80% return setahun investasi.
Dengan demikian, bisa dilihat bulan-bulan yang kurang menguntungkan bagi investor bermula April hingga Juni. Lalu pada AgustusSeptember serta November.
Dengan demikian, yang perlu dipertimbangkan adalah apakah perlu kita berinvestasi di saham sepanjang tahun? Tentu saja jawabannya perlu penelitian lebih mendalam. Namun dari sedikit penelitian ini, memilih bulan-bulan tertentu saja untuk berinvestasi patut dipertimbangkan secara serius, tanpa tergantung dari apakah ada kesempatan investasi pada saham tertentu yang salah harga, karena kita berinvestasi pada portofolio LQ45.
Namun bila Anda tipe investor yang bisa memilih saham yang salah harga, maka tidak perlu terlalu mempedulikan bulan baik dan bulan buruk berinvestasi. Karena penyesuaian harga ke nilai wajar bisa terjadi kapan saja.♦
Parto Kawito
Direktur PT Infovesta Utama
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News