kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
KOLOM /

Covid-19 dan Prospek Saham


Kamis, 16 April 2020 / 08:10 WIB
Covid-19 dan Prospek Saham


Reporter: Harris Hadinata | Editor: Harris Hadinata

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ada pertanyaan yang masuk ke WA saya. Apa beda krisis 2020 dengan krisis 1998 dan 2008 bagi Indonesia?.

Krisis finansial 2020 (baca: resesi) dipicu virus korona yang mudah menular dan mematikan, membawa dampak negatif masif terhadap ekonomi global. Krisis 2008 adalah krisis finansial di Amerika Serikat (subprime mortgage crisis) yang dampaknya terasa hingga Indonesia.

Krisis 1998 adalah krisis finansial di beberapa negara Asia, dan paling parah terjadi di Indonesia. Saat itu, rupiah jatuh sangat dalam dan banyak perusahaan bangkrut. Situasi sosial politik juga tidak menentu. Bagi investor saham, krisis finansial 1998 sebenarnya lebih berat dibanding krisis 2008, karena ada tambahan risiko politik dan sosial.

Sulit membandingkan krisis 2020 dengan krisis sebelumnya, karena sangat sulit menghitung dampak ekonomi Covid-19 terhadap bisnis domestik maupun global. Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi seberapa parah krisis 2020 dan seberapa cepat negara-negara bisa rebound dari krisis ini.

Pertama, pandemi. Penyebaran virus korona sangat cepat, dengan tingkat kematian cukup tinggi. Hingga 5 April 2020, 206 negara terjangkiti, 1,2 juta orang positif, di mana 64.772 meninggal dan 247.294 sembuh (www.worldometers.com).

Bahkan, Presiden Donald Trump akhirnya mengakui Amerika Serikat underestimate terhadap daya sebar dan daya rusak virus ini. AS telah berubah menjadi negara dengan kasus Covid-19 terbanyak di dunia.

Kedua, kebijakan. Untuk mengatasi masalah Covid-19 dan dampaknya terhadap kesehatan, sosio-ekonomi dan bisnis, negara-negara memberi stimulus. AS menyiapkan paket stimulus paling banyak dalam sejarah, US$ 2,2 triliun. Indonesia sendiri telah menyiapkan paket stimulus Rp 450 triliun.

Ketiga, produksi. Ketika China melakukan lockdown, perputaran roda produksi pun melambat. Pantauan satelit menunjukkan tingkat polusi di langit China berkurang drastis.

Polusi adalah indikator untuk melihat tingkat produksi di China. Lockdown di China dan di berbagai negara lain juga mempengaruhi rantai pasok global yang mengganggu ketersediaan bahan baku serta lalu lintas produk.

Berita China berhasil mengatasi masalah Covid di Wuhan memberi optimisme. Diharapkan roda produksi di China mulai bergerak kembali.

Kesimpulannya, sangat sulit mengestimasi seberapa dalam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan jatuh, karena krisis 2020 ini berbeda dari krisis 1998 dan 2008. Beberapa sektor sudah mulai terdampak parah, seperti penerbangan, pariwisata dan perhotelan.

Bershire Hathaway, perusahaan yang dikelola Warren Buffett, dikabarkan telah melepas jutaan sahamnya di Delta Airlines dan Southwest Airlines. Sektor-sektor lain menunggu giliran jika penyebaran virus ini belum segera berhasil.

IHSG pernah menyentuh 3.900 dua minggu silam saat terjadi sell-off karena investor panik. Sebelum Covid-19 merebak, IHSG ada di 6.300. Artinya pernah terjadi penurunan sekitar 38%.

Seiring berita paket stimulus pemerintah AS dan juga pemerintah Indonesia, IHSG mampu rebound ke 4.600-an. Apakah 3.900 menjadi level terbawah skenario terburuk? Atau IHSG akan jatuh lebih dalam?

Pengalaman 1998 dan 2008 menunjukkan IHSG jatuh setidaknya 50% dari angka tertinggi. Jika angka ini yang dipakai, maka worst case IHSG bisa menyelam hingga 3.200, kembali ke level terburuk di 2011 saat dunia diguncang krisis utang Eropa.

Investor saham bisa memilih beberapa strategi. Bagi investor yang masih pegang saham, bisa do nothing alias tetap tidur. Tidak perlu menjual sahamnya yang memiliki fundamental bagus karena harga sedang jatuh. Ini saatnya beli, bukan menjual.

Atau investor bisa melakukan stock switching. Memindahkan saham ke saham lain yang bagus fundamentalnya dan telah mengalami penurunan harga lebih dalam. Strategi ini dipakai jika investor tidak lagi memiliki cash untuk membeli saham.

Investor juga bisa melepas saham karena melihat prospek yang kurang bagus. Ini dilakukan Warren Buffett dengan saham perusahaan penerbangannya. Dana menjual saham bisa dipakai membeli saham lain yang lebih prospektif jika harga makin turun.

Investor yang masih pegang cash bisa mulai membeli saham perusahaan bagus dengan harga murah secara bertahap. Karena sulit memprediksi situasi krisis, sebaiknya melakukan diversification across time. Atau investor bisa wait and see, menunggu dengan sabar hingga harga jatuh ke level yang ditargetkan. Misal, investor mulai membeli saham jika IHSG turun sampai 3.500.

Masing-masing strategi ada kelebihan dan kekurangan. Setiap krisis selalu melahirkan kesempatan untuk jadi kaya bagi mereka yang sabar, cerdas dan bisa mengontrol emosi. Perusahaan yang bagus selalu punya antibodi yang kuat untuk mengatasi krisis. IHSG selalu rebound dari krisis, bahkan mencetak rekor tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×