kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
KOLOM /

Fokus


Senin, 19 November 2018 / 17:43 WIB
Fokus
ILUSTRASI. Pengamat & Kolomnis Ekuslie


Reporter: Tabloid Kontan | Editor: Mesti Sinaga

KONTAN.CO.ID - Salah satu lagu yang paling terkenal di Indonesia, bahkan juga di benua Asia, apalagi kalau bukan lagu “Meraih Bintang’, yang dinyanyikan oleh Via Vallen.

Salah satu lagu resmi Asian Games 2018 yang baru lewat tersebut begitu meledak dan familiar di telinga para pendengar. Begitu populernya, lagu tersebut bahkan sudah dibuat versi covernya dalam enam bahasa, yakni : Arab, India, Korea Selatan, Jepang, Thailand dan Mandarin China.

Ada banyak sisi menarik dan inspiratif dari lagu tersebut, mulai dari irama, lirik dan visualisasinya. Saya secara pribadi tertarik dengan salah satu lirik yang sekilas terkesan tidak liris sebagai syair sebuah lagu.

Bunyinya, “terus fokus satu titik, hanya itu titik itu, bla bla bla...”. Walaupun terdengar tak liris, namun pesannya begitu kuat sampai di telinga para pendengar.

Rustam Rastamanis, salah satu pencipta lagu tersebut, menuturkan bahwa baris lirik di atas diinspirasi oleh cerita Usain Bolt, pelari cepat asal Jamaika.

Bolt adalah pemegang rekor dunia lari 100m dan 200m saat ini, yang diciptakannya pada kejuaraan atletik dunia 2009. Ketika mendengar letusan “start” ditembakkan, seketika itu juga isi kepala Bolt begitu senyap. Seolah semua kebisingan yang ada di kiri kanan sepanjang lintasan menjadi hilang.

Secara faktual tentunya suara-suara di sekeliling tetap ada, namun pikiran Bolt yang sepenuhnya terfokus kepada titik finish itulah yang membuat distraksi suara sekitar menjadi hilang.

Dan, Bolt mengakui bahwa fokus kepada satu titik, yakni titik finish, itulah yang menjadi kunci keberhasilan dan kemenangannya selama ini.

Pada kenyataannya, sikap fokus ternyata tak sesederhana yang dibayangkan. Di era digital, manusia menghadapi begitu banyak distraksi, khususnya distraksi teknologi.

Kita mungkin pernah mendengar istilah FOMO (fear of missing out), FOBO (fear of being offline) dan nomophobia (takut untuk jauh dan terhubung dengan gawai, yang sebetulnya merupakan indikasi kerentanan kita terhadap distraksi digital.

Jangan heran, dalam dunia yang always connected ini, jam aktivitas dan kerja seseorang seolah tak berbatas.

Orang terbiasa untuk melakukan beberapa hal pada saat yang bersamaan atawa multitasking. Bisa saja orang sedang menelepon sambil berselancar di internet, ataupun menulis surel sambil menyantap makanan.

Kesinian dan kekinian

Bahkan juga, saat sedang menghadiri rapat ataupun seminar, orang tetap mengirim surel dan membaca berita di layar gawai masing-masing. Apapun alasannya, yang terjadi sebenarnya adalah kita sedang menjalani sesuatu dengan sikap yang kurang atau tak fokus.

Belum lagi, studi psikologi juga menunjukkan bahwa pikiran manusia memiliki kecenderungan nakal, liar dan sulit untuk dijinakkan. Ada yang menganalogikan pikiran manusia seperti monyet edan (crazy monkey), yang senang meloncat sana meloncat sini tak kenal henti.

Suasana crazy monkey ini sangat mudah dijumpai, saat kita sedang dilanda kegalauan. Bisa saja, secara fisik badan kita sedang duduk di depan meja kerja, namun pikiran kita pergi meninggalkan badan, dan melompat teringat presentasi laporan pada hari kemarin ataupun gagasan proyek pada tahun mendatang.

Atau juga, pikiran sedang asyik membayangkan suasana di rumah yang sedang kusut ataupun melamunkan tempat liburan yang begitu indah.

Padahal untuk beraktivitas dengan derajat engagement (keterlibatan) dan produktivitas yang optimal, seseorang harus bisa memfokuskan diri kepada kondisi kesinian dan kekinian atau here and now. 

Saat pikiran hanya tertuju kepada apa yang ada di dekat kita, bukannya sesuatu yang nun jauh di sana, itulah saat seseorang merasakan situasi here.

Saat pikiran tak terjebak dengan kenangan masa lau ataupun terpaut dengan rencana masa depan, itulah saat seseorang merasakan kondisi now.

Seorang manusia hanya bisa secara penuh merasakan kondisi here and now, jika raga (fisik) dan pikiran (mental)nya menyatu dan tersambung dengan baik. Dan itu artinya sama dengan sikap fokus.

Daniel Goleman, psikolog Harvard University yang terkenal dengan konsep emotional intelligence, pada tahun 2013 sudah menulis buku bertajuk Focus: The Hidden Driver of Excellence.

Studi yang dilakukan oleh Goleman menunjukkan bahwa fokus adalah kekuatan utama yang memungkinkan seseorang berkarya dengan baik, dan menghasilkan sesuatu secara excellent.

Benarlah apa yang ditulis dalam lagu Meraih Bintang:
terus fokus satu titik, hanya itu titik itu
tetap fokus kita kejar lampaui batas
terus fokus satu titik, hanya itu titik itu
tetap fokus kita kejar dan raih bintang
..          ◆

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×