kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
KOLOM /

Lo Kheng Hong dan Indika


Rabu, 14 Agustus 2019 / 14:40 WIB
Lo Kheng Hong dan Indika
ILUSTRASI. ANALISIS - Lukas Setiaatmadja


Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi

Desember 2015. Harga saham PT Indika Energy Tbk (INDY) menyentuh titik nadir di Rp110. Perhatikan grafik harga saham INDY yang ada di halaman ini. Sebelumnya, harga saham INDY ada di Rp 1.600 pada awal 2013.

Penurunan tajam terjadi di antara 2013 dan 2015. Dengan harga tinggal Rp 110, jika dikalikan jumlah saham INDY sebanyak 5,21 miliar, maka kapitalisasi pasarnya hanya Rp 573 miliar, sekitar US$ 43 juta.

Lo Kheng Hong (LKH) mencermati laporan keuangan INDY. Dia melihat INDY masih memiliki kas sebesar US$ 390 juta. Nilai ekuitas INDY sebesar US$ 667 juta, atau setara Rp 1.702 per saham.

Dengan nilai buku jauh di atas nilai pasar, bagi LKH INDY adalah saham salah harga alias kemurahan (underpriced). Sudah barang tentu LKH memperhatikan juga aspek-aspek fundamental INDY. Bagi LKH, saham INDY tidak hanya kemurahan, tetapi memiliki bisnis yang menarik.

INDY memiliki 46% saham PT Kideco Jaya Agung, perusahaan pertambangan batubara terbesar ketiga di Indonesia. INDY juga memiliki antara lain saham di PT Petrosea Tbk (PTRO), PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk (MBSS), PT Tripatra Engineers & Constructors dan PT Cirebon Electric Power, pembangkit listrik berkapasitas 660 MW.

Harga saham INDY turun drastis karena harga batubara sedang terpuruk dan mayoritas investor meragukan prospek batubara. Tambahan, pada 2015, INDY merugi US$ 44 juta.

LKH segera melakukan order beli saham INDY kepada pialangnya. Namun di luar dugaan, pialangnya justru menasihati LKH untuk tidak membeli saham INDY. Pialang yang memiliki gelar MBA dari luar negeri tersebut yakin bahwa masa depan batubara suram.

Tapi LKH tidak terpengaruh. "Tidak apa-apa, belikan saja karena yang suram bisa menjadi cerah," kata LKH. Dia tahu persis bahwa harga batubara memang fluktuatif, habis naik akan turun, setelah turun akan naik kembali.

Maklum, LKH berpengalaman dengan saham komoditas. Tahun 2002 ia pernah membeli saham PT Timah Tbk (TINS) di harga Rp 285. Saham TINS kemudian naik menjadi Rp 38.000.

Ia juga punya pengalaman manis dengan saham PT United Tractors Tbk (UNTR) yang harganya dipengaruhi oleh fluktuasi harga batubara. Ia membeli saham UNTR di harga Rp 250 pada 1998, dan menjualnya di harga Rp 15.000 enam tahun kemudian. Jadi, bukan kali ini saja LKH mengambil posisi berlawanan dengan mayoritas investor di bursa saham.

LKH mengoleksi sekitar 110 juta saham INDY pada harga Rp 110. Suatu hari JP Morgan Private Banking Singapore mengadakan gathering untuk orang super tajir di Jakarta. LKH termasuk yang diundang.

Di gathering tersebut ia bertemu dengan pemegang saham terbesar ketiga di INDY. LKH sembari tersenyum segera menyalami dan memberitahu dia bahwa sahamnya telah kalah banyak dengan LKH.

Saham INDY ternyata melesat cepat seiring dengan naiknya harga batubara. Dalam waktu enam bulan, saham tersebut sudah mencapai harga Rp 600, alias naik 450%. Padahal hingga pertengahan 2016, INDY masih dalam keadaan rugi. LKH akhirnya memutuskan melepas saham INDY dan menikmati keuntungan sekitar Rp 54 miliar.

Setahun kemudian, Mei 2017, LKH membeli kembali saham INDY pada harga Rp 855 saat berada di Omaha, kota di negara bagian Nebraska, Amerika Serikat, menghadiri Berkshire Hathaway Shareholder Meeting (RUPS). “Ketika BEI buka jam 9 pagi, di Nebraska jam 9 malam. Saya membeli saham INDY sembari berbaring di ranjang hotel. Saya menelepon broker saya menggunakan whatsapp call dengan wi fi hotel yang gratis,” kata LKH.

Dia membeli saham INDY dari jam 9 hingga 12 malam. "Setelah jam 12 biasanya saya mengantuk dan tidur. Jadi setiap hari saya membeli saham INDY hanya 1 sesi,” ujar dia.

Mengapa tertarik membeli kembali INDY? LKH membaca laporan keuangan INDY kuartal I-2017 yang keluar pada April 2017, dan hasilnya sangat bagus. Laba bersih mencapai US$ 22 juta. Dalam rupiah sekitar Rp 294 miliar. Jika dibagi jumlah saham beredarnya sebanyak 5,2 miliar, diperoleh earnings per share Rp 56,4 selama satu kuartal. Jika disetahunkan menjadi Rp 225. Pada saat harga saham Rp 855, PER INDY hanya 3,8 kali. Nilai buku ekuitas per saham INDY Rp 1.690, jauh di atas harga saham INDY.

LKH membeli 135 juta saham INDY dari Mei hingga Juli 2017. Saat itu harga batubara Newcastle sekitar US$ 73 per ton. Dana yang diinvestasikan sebesar Rp 112 miliar. Harga saham INDY kemudian melesat bak meteor dan LKH mulai menjual saham INDY pada September 2017 ketika harga sahamnya mencapai Rp 2.000.

Ia terus menjual saham INDY sedikit demi sedikit sampai harganya mencapai Rp 4.620 pada akhir Januari 2018. Harga batubara Newcastle mencapai US$ 106 per ton. Jika diasumsikan harga jual rata-rata saham INDY LKH Rp 3.000, ia meraup Rp 405 miliar, menikmati cuan sebesar Rp 293 miliar dalam waktu kurang dari setahun!

Anda ingin sukses berinvestasi saham seperti LKH? Ia selalu menasihati, "Invest in bad times, sell in good times, and you will get rich." Simpel bukan?♦

Lukas Setia Atmaja
www.hungrystock.com
IG: lukas_setiaatmaja

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×