Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi
Investor saham perlu memperhatikan indeks saham sebagai benchmark untuk mengukur kinerja portofolionya. Benchmark juga berguna juga untuk menyusun strategi investasi ke depannya. Kinerja portofolio dikatakan baik bila mampu mengalahkan benchmark. Namun harus dipilih pembanding yang setara (apple to apple).
Memilih indeks pembanding tampak mudah. Tapi investor kadang kurang menyadari beberapa hal sederhana, seperti biaya transaksi, dividen, pajak dan sebagainya. Contoh, return indeks tidak memperhitungkan dividen, sehingga bila membandingkan dengan portofolio yang memasukkan dividen dan reinvestasi dividen, maka perbandingan jadi tidak apple to apple.
Penulis ingin menyuguhkan kinerja historis beberapa indeks saham 10 tahun terakhir. Indeks yang belum berumur 10 tahun otomatis tereliminasi, seperti IDX30, IDX80, BISNIS-27 atau Indeks Saham Syariah Indonesia (lihat tabel). Kinerja indeks dievaluasi berdasar data historis yang belum tentu terulang di masa datang.
Pengamatan tidak hanya melihat return saja, namun juga menghitung risiko yang disetahunkan (annualized risk). Risiko disini dihitung dari standar deviasi harian pergerakan indeks selama periode yang diamati, kemudian standar deviasi tersebut disetahunkan.
Gunanya untuk melihat apakah return indeks yang tinggi sepadan dengan risikonya? Untuk itu dihitung risk adjusted return (RAR). RAR dihitung dari return dibagi annualized risk. Jadi, RAR tertinggi adalah yang terbaik karena menghasilkan return terbesar untuk satuan risiko yang ditanggung investor.
Bila ditinjau return indeks 10 tahun terakhir, Indeks Sri-Kehati menorehkan keuntungan akumulatif 249,4%. Tapi bila memasukkan faktor risiko, LQ45 juara dengan RAR tertinggi, mengalahkan Sri-Kehati di posisi kedua.
Dengan diketahuinya return akumulasi selama 10 tahun, kita dapat menghitung return tahunan secara compound annual growth rate (CAGR) alias return tahunan berdasar perhitungan bunga-berbunga. Urutannya sebagai berikut: Sri-Kehati (13,3%), LQ45 (12,0%), IHSG (9,9%), Kompas100 (9,7%), JII (7,5%), Infovesta Equity Fund Index (7,3%) dan Pefindo25 (6,8%).
Angka-angka ini juga bisa berguna sebagai benchmark target return. Artinya bila investasi sudah menghasilkan return 13% kurang dari setahun, maka sebenarnya angka tersebut sudah sama dengan return historis tahunan dari indeks Sri-Kehati. Sehingga tidak ada salahnya profit taking dahulu bila niatnya melakukan trading. Angka ini juga menyadarkan kita untuk membuat target return portofolio lebih realistis berdasarkan data.
Bagaimana dengan kinerja jangka pendek ? Apakah indeks yang kinclong jangka panjang masih relatif ok akhir-akhir ini ? Ternyata kinerja jangka pendek setahun terakhir masih memunculkan Indeks Sri-Kehati dengan return 19.3% sebagai yang tertinggi meninggalkan jauh runner up -nya LQ45 (9.9%) dan IHSG (+8.3%) serta Kompas100 (+8.3%) disusul Infovesta Equity Fund (0.0%) dan Pefindo25 (-0.3%).
Ditinjau dari RAR, Indeks Sri-Kehati tetap tidak tergoyahkan walaupun selisihnya menipis dengan LQ45 diposisi kedua, posisi ketiga dihuni Kompas100 yang menggeser IHSG ke posisi keempat, diikuti Infovesta Equity Fund Index ditutup Pefindo25.
Selanjutnya apa manfaat lain dari data yang kita dapatkan?
Investor perlu menghitung dan membandingkan kinerja portfolio kelolaannya dengan indeks saham, bila belum bisa menyaingi maka ada baiknya mempertimbangkan diversifikasi ke saham-saham yang ada di indeks yang sesuai dengan tujuan dan profil risikonya atau ambil cara yang lebih mudah dengan berinvestasi di reksa dana indeks.♦
Parto Kawito
Direktur PT Infovesta Utama
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News