Reporter: Harian Kontan | Editor: Harris Hadinata
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Musim rilis laporan keuangan emiten sudah tiba. Investor ritel kebanyakan akan fokus pada pendapatan dan laba ketika melihat laporan keuangan emiten.
Apalagi jika ada berita suatu emiten mencetak kenaikan pendapatan dan laba hingga ratusan persen. Pasti investor ritel happy bukan main.
Padahal ada banyak informasi di balik data “laba naik ratusan persen”. Perlu diingat, laba yang naik signifikan bisa saja bukan merupakan pencapaian luar biasa dari emiten, Bisa jadi, kinerja asli emiten tersebut tidak perform.
Sering juga ditemui dalam laporan keuangan pendapatan naik, tapi emiten tersebut malah rugi. Atau sebaliknya, pendapatan turun tapi labanya naik tinggi.
Jadi, investor tidak bisa langsung menyimpulkan kinerja suatu emiten bagus hanya karena pendapatan atau laba emiten naik tinggi. Informasi tersebut perlu dianalisis lebih lanjut agar investor mengenal kinerja perusahaan lebih mendalam.
Terlebih lagi pendapatan dan laba adalah tujuan utama suatu perusahaan. Kedua hal ini bisa jadi indikator untuk melihat kinerja, pertumbuhan dan seberapa efisiennya operasional perusahaan.
Pendapatan atau penjualan adalah input yang didapatkan dari operasional bisnis suatu entitas usaha. Pendapatan bisa diakui pada saat risiko dan manfaat yang signifikan telah dipindahkan kepada pembeli.
Pendapatan diukur pada nilai wajar pembayaran yang diterima, tidak termasuk diskon, rabat dan pajak pertambahan nilai (PPN). Investor bisa mengukur kinerja pendapatan dengan membandingkannya secara historis.
Investor bisa membandingkan pendapatan saat ini dengan pendapatan masa lalunya. Bisa dibandingkan dengan tahun lalu alias year on year (YoY) atau dengan kuartal lalu atau quarter on quarter (QoQ).
Ambil contoh pendapatan PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) sepanjang 2020 lalu. Pendapatan emiten ini tumbuh tipis 0,1% YoY, dari Rp 42,92 triliun jadi Rp 42,97 triliun.
Perlu dicatat, pendapatan dalam laporan keuangan adalah pendapatan kumulatif atau total dari kuartal I. Untuk mengetahui pendapatan kuartalan, harus dihitung terlebih dahulu pendapatan kuartal IV.
Caranya, kurangi pendapatan di laporan keuangan terakhir dengan laporan keuangan kuartal sebelumnya. Dalam hal ini, pendapatan di laporan keuangan tahunan 2020 dengan pendapatan di laporan keuangan kuartal III-2020.
Mengacu pada contoh laporan keuangan UNVR, maka pendapatan di kuartal IV sebesar Rp 42,97 triliun dikurang Rp 32,46 triliun, atau sebesar Rp 10,51 triliun.
Dengan cara yang sama, kita bisa menghitung pendapatan di kuartal III-2020, yaitu Rp 32,46 triliun dikurangi Rp 21,77 triliun, atau sebesar Rp 10,68 triliun. Artinya, pendapatan UNVR pada kuartal IV-2020 turun 1,6% QoQ.
Dari pendapatan, investor juga bisa mengenal bisnis perusahaan dan kontribusi unit bisnis terhadap kinerja perusahaan. Selain itu, investor juga bisa melihat sumber pendapatan atau penjualan berasal dari mana, apakah dari dalam negeri atau ekspor, juga melihat transaksi pihak berelasi.
Investor bisa menggunakan informasi ini untuk mengetahui pendorong utama pendapatan. Dengan demikian, investor bisa membuat proyeksi dan bisa mengklasifikasikan industri perusahaan.
Keterangan mengenai unit bisnis dan kontribusinya bisa dilihat di catatan laporan keuangan.
pendapatan & notes (laporan laba rugi UNVR FY2020)
pendapatan & notes (notes 24.Penjualan Bersih UNVR FY2020)
Dari contoh gambar di atas, investor bisa mendapatkan tiga informasi, yaitu penjualan pihak berelasi, segmen bisnis dan pelanggan UNVR. Transaksi pihak berelasi adalah tansaksi ke pihak yang memiliki hubungan dalam struktur emiten.
Kemudian dari segmentasi, produk kebutuhan rumah tangga dan perawatan tubuh memiliki kontribusi 70% terhadap pendapatan. Segmen makanan dan minuman Cuma berkontribusi 30%.
95,8% penjualan di dalam negeri. Investor juga perlu membandingkan kinerja segmen tersebut secara historis untuk melihat gambaran performa tiap segmen.
Dari contoh gambar di atas, bisa dibandingkan kinerja per segmen. Pendapatan segmen kebutuhan rumah tangga dan perawatan tubuh meningkat 0,4% YoY dan segmen makanan dan minuman turun 0,6% YoY.
Dari data yang sudah dikumpulkan, investor bisa membuat analisa. Contoh, UNVR masih mampu bertahan saat pandemi karena pendapatan yang tidak turun dan tumbuh tipis 0,1% YoY.
Pendapatan UNVR di pengujung tahun tertekan. Pendapatan UNVR di kuartal IV turun 1,6% QoQ dan menghambat laju pertumbuhan pendapatan UNVR.
Segmen kebutuhan rumah tangga dan perawatan tubuh hanya tumbuh tipis 0,4% YoY. Segmen ini merupakan bisnis utama UNVR. Penjualan UNVR mayoritas di domestik.
Bila dianalisis lebih lanjut, pelambatan pendapatan ini mungkin berkaitan dengan daya beli masyarakat Indonesia yang masih lemah serta inflasi yang masih berada di bawah rata-rata.
Investor juga bisa melihat laba emiten. Laba terdiri dari laba kotor, laba operasional atau usaha, laba sebelum pajak, laba bersih dan laba komprehensif.
Yang penting dilihat adalah laba bersih perusahaan. Bandingkan laba secara tahunan dan kuartalan Pada contoh gambar di atas, laba UNVR turun 3,1%.
Investor juga perlu melihat lapa per saham, yaitu pembagian antara laba bersih yang didapatkan oleh perusahaan di periode tertentu dengan jumlah saham yang beredar. EPS digunakan untuk menghitung valuasi PER.
Laba bruto dan laba usaha bisa digunakan untuk mengukur efisiensi perusahaan dalam mendapatkan laba dari biaya pokok dan juga biaya operasi, yang disebut gross profit margin dan operating profit margin.
Gross profit margin (GPM) bisa dihitung dengan rumus laba bruto dibagi pendapatan. Investor bisa membandingkan GPM periode saat ini dengan kuartal dan tahun sebelumnya.
Pada contoh UNVR, GPM di 2020 sebesar 52,3% dan GPM di 2019 sebesar 51,3%. Ini menunjukkan ada efisiensi di harga pokok penjualan, sehingga margin UNVR meningkat.
Operating profit margin (OPM) bisa didapatkan dengan rumus laba usaha dibagi pendapatan. Bandingkan OPM saat ini dengan kuartal atau tahun sebelumnya.
Pada contoh UNVR, OPM di 2020 sebesar 22% dan OPM di 2019 sebesar 24%. Ini menunjukkan efisiensi UNVR dari segi operasional mulai menurun.
Bila dianalisa lebih lanjut, ada hal lain yang menarik dari laporan keuangan UNVR. Pendapatan emiten ini tumbuh, tapi laba mengalami penurunan.
Bila ingin menelusurinya, investor bisa melihat komponen pembentuk laba bruto. Penjualan meningkat 0,1% YoY dan HPP turun 1,8% YoY. Ini masih positif karena laba bruto juga masih naik 2% YoY. GPM pun naik.
Lalu lihat komponen setelah laba bruto yang membentuk laba usaha. Beban-beban pemasaran dan penjualan meningkat 7% YoY, lalu beban umum dan adminsitrasi meningkat 13% YoY.
Beban penghasilan lain-lain mencapai Rp 20,12 miliar, turun dari tahun sebelumnya, yaitu penghasilan lain-lain Rp 3,1 miliar. Kenaikan beban operasional ini membuat laba usaha UNVR turun 6,6% YoY.
Kemudian penghasilan keuangan UNVR turun 58% YoY dan biaya keuangan naik 8% YoY. Hal ini membuat laba sebelum pajak penghasilan turun 7%.
Beban pajak penghasilan turun 18% YoY namun tetap membuat laba bersih tetap turun 3%. Ini karena beban pemasaran memiliki porsi beban terbesar di dalam struktur laba rugi, yaitu 58%. Sehingga berpengaruh signifikan terhadap penurunan laba UNVR.
Jadi bisa disimpulkan, UNVR adalah salah satu saham yang terdampak kecil terhadap pandemi. Ini karena pendapatan tumbuh sangat tipis hanya 0,1% dan laba turun 3% sepanjang 2020.
Kinerja top line UNVR cukup baik dengan marjin kotor yang naik. Sedangkan kinerja bottom line tergerus akibat beban penjualan dan pemasaran naik 7%.
Jadi kinerja laba-rugi UNVR masih cukup baik, mengingat pandemi yang membuat daya beli masyarakat menurun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News