kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
KOLOM /

Mengenal rasio profitabilitas


Rabu, 17 Februari 2021 / 08:00 WIB
Mengenal rasio profitabilitas


Reporter: Harian Kontan | Editor: Harris Hadinata

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Profitabilitas adalah kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dari aktivitas penjualan dan operasional. Profitabilitas menjadi poin penting dalam melakukan analisis kesehatan perusahaan, selain kas dan aset.

Dengan rasio profitabilitas, investor dapat mengukur kinerja perusahaan dalam memperoleh laba. Ini termasuk juga berbagai efisiensi yang dilakukan untuk menekan beban.

Ada beberapa rasio profitabilitas yang kerap dipakai untuk menganalisa kesehatan perusahaan. Yuk, kita cermati satu per satu.

Operating profit margin (OPM)

OPM adalah rasio untuk mengukur efisiensi operasional perusahaan. Rasio margin operasi juga mencakup beban penjualan dan juga beban administrasi sebagai variabel dari laba operasi.

Semakin tinggi OPM, akan semakin baik. Sebab penjualan yang didapatkan perusahaan mampu memenuhi beban operasi perusahaan dengan lebih efisien.

Hal yang penting dari rasio ini adalah OPM menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba yang sesungguhnya, karena tidak memperhitungkan tambahan laba/rugi lainnya yang didapatkan di luar operasi perusahaan. Angka OPM ini bisa diperoleh dengan rumus (laba bersih operasi : penjualan bersih) x 100%.

Contoh, PT Mayora Indah Tbk (MYOR) mencetak penjualan Rp 25,027 triliun pada 2019 silam. Sementara laba operasionalnya mencapai Rp 3,172 triliun.

Maka OPM MYOR adalah (Rp 3,172 triliun / Rp 25,027 triliun ) x 100, atau sebesar 12,68%

Gross profit margin (GPM)

GPM adalah rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba kotor. GPM membandingkan laba kotor dengan penjualan.

Semakin tinggi GPM akan semakin baik karena perusahaan mampu mengelola biaya pokok penjualan dengan efisien untuk menghasilkan laba kotor yang tinggi. Biaya pokok penjualan antara lain meliputi biaya bahan pokok, biaya produksi, dan biaya tenaga kerja langsung.

GPM bisa dihitung dengan rumus (laba kotor : penjualan bersih) x 100%. Contoh, masih menggunakan laporan keuangan MYOR di 2019, laba kotor emiten ini mencapai Rp 7,917 triliun.

Maka GPM MYOR adalah (Rp 7,917 triliun / Rp 25,027 triliun) x 100, yaitu sebesar 31,64%

Net Profit Margin (NPM)

NPM adalah rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam mendapatkan laba bersih dari penjualannya. NPM dapat memberikan informasi kepada investor seberapa besar kemampuan perusahaan mengelola biaya-biaya hingga akhirnya mendapatkan laba bersih.

Biaya produksi, operasi dan pajak masuk ke dalam perhitungan NPM. Jadi NPM menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mengelola biaya, sehingga penjualan dapat dikonversi menjadi laba bersih.

Semakin tinggi NPM akan semakin baik. Tapi perlu dicatat, dalam beberapa kejadian, pertumbuhan NPM tidak sejalan dengan pertumbuhan penjualan yang tinggi.

Ini karena NPM juga termasuk tambahan pendapatan atau beban di luar operasional. Jadi dalam melihat NPM, investor harus lebih cermat.

NPM bisa dihitung dengan rumus (laba bersih setelah pajak : penjualan bersih) x 100%. Menggunakan laporan keuangan MYOR periode 2019 sebagai contoh, MYOR mencetak laba bersih setelah pajak Rp 2,039 triliun.

Maka NPM emiten ini adalah 8,15%. Angka ini didapat dari perhitungan (Rp 2,039 triliun / Rp 25,027 triliun) x 100%.

Earnings per share (EPS)

EPS adalah rasio untuk mengukur laba perusahaan yang dibagikan ke para pemegang saham. EPS merupakan indikator penting untuk melihat kemampuan profitabilitas perusahaan.

Semakin tinggi EPS akan semakin menguntungkan bagi investor. Perusahaan biasanya sudah menghitung EPS dan ditulis dalam laporan keuangannya.

Investor bisa membandingkan EPS perusahaan dengan historisnya untuk melihat kemampuan profitabilitas suatu perusahaan. Selain itu, EPS juga akan menjadi komponen dalam valuasi perusahaan dengan membandingkan EPS dengan harga pasar (P/E).

Return on equity (ROE)

Return on equity adalah rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan mendapatakan laba dari modal perusahaan. ROE didapatkan dari laba bersih dibagi dengan total ekuitas.

ROE juga biasanya dipandang sebagai rasio untuk mengukur pengembalian yang diperoleh pemegang saham dari bisnis dan pendapatan keseluruhan perusahaan. Semakin tinggi nilai ROE akan semakin baik kinerja perusahaan.

Biasanya ROE perusahaan yang baik nilainya lebih besar dari 15%. ROE semakin bagus bila nilainya lebih baik dibandingkan dengan ROE perusahaan yang berada di sektor dan bisnis sejenis.

ROE bisa dihitung dengan rumus (laba bersih setelah pajak : ekuitas) x 100%. Ambil contoh, di 2019 ekuitas MYOR sebesar Rp 9,900 triliun.

Maka ROE MYOR adalah (Rp 2,039 triliun / Rp 9,900 triliun ) x 100, atau sebesar 20,6.%

Return on assets (ROA)

ROA adalah rasio yang digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan mendapatakan laba dengan memanfaatkan aset yang dimiliki. Semakin tinggi nilai ROA akan semakin baik kinerja perusahaan.

Investor bisa membandingkan ROE dengan perusahaan yang berada di sektor dan memiliki bisnis sejenis. Rumusnya (laba sebelum bunga dan pajak : total aktiva) x 100%.

Contoh, di 2019 lalu ROA MYOR mencapai Rp 19,038 triliun. Maka ROA MYOR adalah (Rp 2,039 triliun / Rp 19,038 triliun) x 100%, atau sebesar 10,7%.

Earnings before interest, tax & depreciation (EBITDA)

EBITDA merupakan rasio profitabilitas yang menghitung laba perusahaan sebelum biaya akuntansi (pajak, bunga, depresiasi dan amortisasi). Sehingga laba perusahaan dari operasionalnya terlihat dalam EBITDA. Kelemahan EBITDA adalah tidak memperhitungkan beban bunga utang perusahaan.

Compound annual growth rate (CAGR)

CAGR digunakan untuk mengukur tingkat pertumbuhan dengan melihat angka tahun awal perhitungan dan angka tahun akhir perhitungan. CAGR mengurangi efek volatilitas pertumbuhan suatu saham jika dihitung pertumbuhan per tahun.

Bila mengacu pada kinerja keuangan MYOR periode 2019, maka diperoleh rasio profitabilitas sebagaimana tabel di bawah ini.

Rasio

2019

2018

OPM

13%

11%

GPM

32%

27%

NPM

8%

7%

ROE

21%

21%

ROA

11%

10%

EPS

Rp 89

Rp 77

Tabel di atas adalah perbandingan rasio-rasio profitabilitas dibandingkan secara historis. Secara keseluruhan, profitabilitas MYOR mengalami pertumbuhan.

Marjin MYOR mengalami kenaikan, baik OPM, GPM, dan NPM. Hal ini sangat baik karena MYOR mampu meningkatkan efisiensinya dalam mencetak laba kotor, usaha, dan laba bersih.

MYOR mampu mempertahankan ROE di angka 21% di tahun 2019 dan tentu saja sangat baik bagi investor karena pengembalian dari bisnis MYOR maish stabil 21%.

MYOR juga mampu mencatatkan peningkatan ROA. Ini sangat baik MYOR mampu memanfaatkan asetnya untuk mencetak laba lebih baik. 

Laba per saham MYOR juga meningkat. Ini menunjukkan MYOR mengalami peningkatan laba pada tahun 2019. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×