kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
KOLOM /

Mengenal trik bank


Senin, 01 April 2019 / 09:47 WIB
Mengenal trik bank


Reporter: Harian Kontan | Editor: Tri Adi

Sebagai pemegang kartu kredit, Anda pernah tidak membayar lunas tagihan kartu kredit? Jika ya, apakah Anda memperhatikan bunga yang dikenakan pada tagihan bulan berikutnya?

Jangan kaget bila bunga yang harus Anda bayar melonjak tinggi. Ini karena bunga dihitung bukan dari saldo yang kurang bayar dan mulai tanggal jatuh tempo, tetapi dari saldo bulan sebelumnya dan sejak tanggal transaksi.

Saya pernah mengalami praktik curang ini beberapa tahun lalu. Karena terburu-buru, saya hanya membayar Rp 5,3 juta dari tagihan Rp 5,6 juta. Jika bank fair menghitung bunga kredit, saya hanya terkena bunga 3,25% atas sisa kurang bayar atau sekitar Rp 10.000.

Nyatanya, bunga yang ditagihkan ke saya pada bulan berikutnya Rp 250.000. Hanya kurang bayar sekitar Rp 300.000, saya rugi hampir sebesar itu juga. Perhitungan bunga dengan argo mundur seperti ini sungguh menjerat pengguna kartu kredit yang berutang.

Saya pernah membaca kasus lebih parah di surat pembaca sebuah harian terkemuka. Meski telah melunasi total tagihan sebesar Rp 10 juta, seorang pemegang kartu kredit dikenakan bunga Rp 236.000 di tagihan berikut karena lupa menambahkan bea meterai Rp 6.000 saat melunasi tagihan.

Inilah salah satu trik bank. Jika Anda tidak mampu melunasi tagihan kartu kredit, Anda akan menjadi mangsa empuk perhitungan bunga mereka. Misal tagihan Rp 10 juta hanya dilunasi Rp 3 juta saat jatuh tempo. Tagihan bunga bulan berikutnya bukan 3% dari Rp 7 juta atau Rp 210.000, tetapi bisa mencapai dua hingga tiga kali angka itu, karena bunga 15-50 hari dari periode sebelumnya ikut ditagihkan di bulan berikutnya. Biaya bunga ini tidak ada jika tagihan kartu kredit langsung dilunasi.

Kecurangan lain bank adalah dalam menentukan nilai tukar utang valuta asing. Pengalaman saya menggesek kartu kredit lain dari sebuah bank BUMN di Singapura di 2009 dapat menjadi pelajaran. Meski kurs dolar Singapura sejak penggesekan kartu hingga tagihan datang tidak pernah lebih dari Rp 7.000, kurs di tagihan benar-benar di luar dugaan, yaitu Rp 7.361.

Tak lama setelah itu saya menggunting kartu kredit bank itu dan berjanji tidak menggesek kartu kredit untuk jumlah signifikan saat berada di luar negeri. Untuk itu saya selalu menyiapkan bank notes yang cukup setiap kali bepergian ke mancanegara.

Bank juga punya dosa lain kepada saya. Kejadiannya, saat itu saya dikonfirmasi terkait kemiripan dua tagihan dari sumber yang sama. Meski saya sudah tegaskan kepada petugas bahwa dua transaksi online dalam dollar AS itu adalah satu transaksi yang sama dan bukan dua transaksi, saya tetap didebit dua kali.

Bank meminta saya melunasi tagihan lebih dulu dan akan mengkredit di bulan berikutnya. Saya menuruti. Tapi, bank menggunakan kurs jual untuk mendebet dan kurs beli untuk mengkredit. Karena kedua kurs ini berbeda Rp 400, saya rugi Rp 300.000 akibat kesalahan yang tak saya lakukan.

Bank juga memainkan trik dalam penerapan bunga mengambang KPR. Bank mestinya menyebutkan referensi untuk bunga mengambang, seperti bunga BI 7-day yang berlaku atau inflasi yang terjadi atau bunga deposito bank ditambah beberapa persen keuntungan.

Jika ini yang dilakukan, bunga KPR bank akan naik atau turun mengikuti angka acuan. Kenyataannya, bunga mengambang KPR hanya bisa naik dan hampir tidak mungkin turun karena bank yang menentukan secara sepihak.

Pengamatan saya, dari seluruh bank yang menyalurkan KPR, hampir tidak ada bank yang fair dengan menuliskan formula bunga mengambangnya. Tanpa ada pernyataan eksplisit, bunga KPR lama bisa naik sampai 13,5% meski di saat yang sama bank menawarkan KPR baru dengan bunga hanya 9%–10%.

Dalam menetapkan biaya dan menghitung bunga tabungan, banyak bank memainkan trik. Selain biaya administrasi bulanan, kadang masih ada biaya tambahan yang dikenakan ke nasabah yang mempunyai saldo rata-rata di bawah ketentuan. Saya pernah kena denda Rp 25.000 karena saldo rata-rata tabungan saya kurang dari Rp 10 juta.

Jika utang kartu kredit atau utang lainnya dihitung dari rupiah pertama, ada bank yang hanya memberi bunga untuk tabungan dengan saldo di atas Rp 1 juta. Dengan kata lain, tidak ada bunga untuk Rp 1 juta pertama tabungan. Benar-benar hubungan yang asimetris alias berat sebelah karena kekuasaan ada di bank.

Terakhir, bank akan menjaga rahasia dan informasi menyangkut nasabah kakapnya. Mereka sangat khawatir nasabah-nasabah utamanya ini menarik dananya. Namun, bank layak dicurigai membocorkan data nasabah kecilnya kepada pihak lain, seperti perusahaan asuransi, jaringan hotel dan anak perusahaannya.

Entah berapa puluh kali saya mendapatkan tawaran berbagai produk asuransi dan keanggotaan jaringan hotel via telepon. Meskipun saya katakan saya sudah punya dua asuransi kesehatan dari BPJS dan perusahaan asuransi swasta, mereka terus menghubungi dan meyakinkan saya.

Mungkin saja mereka membeli nomor telepon itu dari provider telepon. Akan tetapi, wajar juga jika saya mencurigai bank yang memberikannya. Bagaimana mereka mengetahui kartu kredit yang saya pegang dan catatan penggunaannya jika tidak dari bank.

Memahami banyak trik bank untuk memperbesar bottom line, jangan kaget jika total laba perbankan naik lima kali lipat dalam sepuluh tahun terakhir. Nilainya dari sekitar Rp 30 triliun pada tahun 2008 menjadi lebih dari Rp 150 triliun sepanjang tahun lalu.♦

Budi Frensidy
Pengajar di FEB-UI dan Pengamat Pasar Keuangan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×