kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
KOLOM /

Mengukur prospek saham emiten pengelola kawasan industri


Kamis, 17 September 2020 / 18:23 WIB
Mengukur prospek saham emiten pengelola kawasan industri
ILUSTRASI. Ellen May, Pengamat Pasar Modal dan pendiri Ellen May Institute. Foto: DOK PRIBADI


Reporter: Harian Kontan | Editor: Harris Hadinata

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah saat ini menggenjot investasi masuk ke Indonesia. Kebijakan untuk memudahkan investasi terus digodog.

Pemerintah antara lain mempermudah dan mempercepat waktu proses pengajuan investasi. Pemerintah juga menyusun berbagai kebijakan mengenai ketenagakerjaan.

Selain itu, pemerintah juga tengah menyusun daftar fasilitas, baik perpajakan maupun non perpajakan, untuk industri prioritas. Industri prioritas adalah industri yang berorientasi ekspor substitusi impor, padat karya, padat modal, hightech dan berbasis digital.

Di sisi lain, mengutip pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto, terdapat 143 perusahaan dari luar negeri yang siap merelokasi investasinya ke Indonesia. Kedua hal tersebut memberikan peluang bagi perusahaan properti yang bergerak di bidang lahan industri.

Di antaranya adalah PT Bekasi Fajar Industrial Estate Tbk (BEST), PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) dan PT Puradelta Lestari Tbk (DMAS).  Silakan simak ulasan mengenai masing-masing emiten di bawah ini.

BEST

BEST adalah pengembang dan operator untuk kawasan industri kelas dunia di Indonesia. Proyek andalan BEST adalah Kota Industri MM2100 yang berlokasi di Bekasi. BEST memiliki total land bank sebesar 695 hektare (ha) per Juni 2020.

Pada 2020 ini, BEST menargetkan pendapatan pra-penjualan sebesar 10 ha-15 ha, atau sebesar Rp 260 miliar-Rp 450 miliar.

Target tersebut turun 40% dari total penjualan sepanjang 2019. Penurunan target ini terjadi karena faktor pandemi yang berlangsung.

Penjualan BEST sepanjang semester I ini sebesar 3 ha, dengan harga rata-rata Rp 2,7 juta per meter persegi (m2), atau sebesar Rp 153,8 miliar. Realisasi ini turun 58,5% dibandingkan dengan semester I-2019.

Pada semester I-2020 BEST mencatatkan rugi sebesar Rp 37 miliar. Angka ini turun dari untung Rp 114 miliar pada semester I-2019.

Total utang BEST turun 13,2% menjadi Rp 1,9 triliun. Utang BEST dibandingkan ekuitas sebesar 0,44 dan utang dibandingkan aset sebesar 0,31. Angka tersebut bisa dikatakan baik karena total utang dibanding ekuitas dan aset masih berada di bawah 1.

SSIA

SSIA adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang jasa konstruksi, pengembang kawasan industri, properti komersial dan perhotelan, melalui penyertaan pada entitas anak. SSIA memiliki grandplan bernama Subang Smart & Sustainable City.

Subang Smart & Sustainable City ini memiliki total luas 2.000 ha. Sampai Juni 2020, total landbank SSIA yang siap jual di Subang Smart & Sustainable City mencapai 116 ha.

Pada 2020, manajemen SSIA menargetkan pendapatan Rp 3,4 triliun. Sampai semester I-2020, pendapatan SSIA mencapai Rp 1,4 triliun, turun 19,2% dibandingkan semester I-2019.

Pada semester I-2020, rugi SSIA semakin membesar menjadi Rp 114 miliar. Rugi ini naik dari Rp 7 miliar pada semester I-2019.

Total utang SSIA mengalami penurunan 4,3% menjadi Rp 3,5 triliun. Utang SSIA dibandingkan ekuitas sebesar 0,45 dan utang dibandingkan aset sebesar 0,81. Angka tersebut bisa dikatakan baik karena total utang dibanding ekuitas dan aset masih berada di bawah 1.

DMAS

DMAS merupakan perusahaan yang bergerak di bidang property, khususnya lahan industri. DMAS memiliki proyek strategis bernama Kota Deltamas, dengan luas kurang lebih 3.200 di Cikarang.

Di dalamnya terdapat kawasan industri Greenland International Industrial Center (GIIC) yang luasnya sekitar 1.500 ha. Per 30 Juni, total landbank DMAS mencapai 1.293 ha, dengan landbank untuk industri sebesar 423 ha.

Pada tahun ini, DMAS menargetkan pendapatan pra penjualan sebesar Rp 2 miliar. Sampai Juni lalu, pendapatan pra penjualan DMAS sudah mencapai Rp 1.1 miliar.

Pendapatan yang dibukukan DMAS sepanjang semester I sebesar Rp 252 miliar, turun 74,4% dibandingkan penjualan semester I-2019. Laba DMAS pun turun sebesar 87,4% menjadi Rp 78 miliar.

Total utang DMAS meningkat 25,8% menjadi Rp 1,5 triliun. Utang DMAS dibandingkan ekuitas sebesar 0,22 dan utang dibandingkan aset sebesar 0,28. Angka tersebut bisa dikatakan baik karena total utang dibanding ekuitas dan aset masih berada di bawah 1.

Jika melihat histori kinerja keuangan ketiga emiten di atas, BEST memiliki kinerja yang lebih baik dari aspek profitabilitas, rasio utang dan valuasi. BEST mampu menjaga marjin labanya hingga 2019 sebesar 40%.

Selain itu, rata-rata laba dibanding modal dijaga sebesar 10%. Secara valuasi, melihat PBV, BEST lebih murah, dengan PBV 0,38.

Tapi ke depan, SSIA memiliki potensi untuk menarik investor. Ini menimbang proyeknya di Subang memiliki upah minimum regional (UMR) yang jauh lebih kecil dibanding BEST dan DMAS yang berada di Bekasi dan Cikarang.

UMR Kabupaten Subang pada tahun ini sebesar Rp 2.965.468. Sedangkan UMK Bekasi dan Cikarang sebesar Rp 4.498.961 dan Rp 4.589.708.

SSIA juga memiliki valuasi sebesar PBV 0,47, lebih murah dibanding DMAS.

Selain itu, jika ditinjau dari lokasinya proyek, SSIA memiliki tempat yang strategis. Lokasinya sangat didukung dengan infrastruktur yang dibangun dekat lokasi proyek SSIA.

Terdapat tol trans jawa, pelabuhan Patimban yang menjadi salah satu pelabuhan terbesar di Indonesia, Bandara Kertajati, juga ada lintas kereta. Hal ini menjadi hal positif bagi SSIA.

Untuk saat ini EMtrade lebih merekomendasikan saham BEST dan SSIA untuk trading dibandingkan untuk investasi. Hal ini melihat masih beratnya keadaan sektor properti saat ini.

Trader bisa menggunakan strategi buy in breakout. Kami membeli BEST di harga Rp 146 pada 27 Agustus 2020 dan sudah memperoleh floating profit 29,45% per Rabu (16/9). Saat ini menjadi kesempatan bagi yang belum memiliki untuk membeli, karena saham sudah kembali breakout.

Untuk SSIA kami membeli hari ini setelah harga SSIA breakout dari Rp 418. Kami membeli di harga Rp 428 dan saat ini floating profit 2,34%. Saham BEST dan SSIA kami jadikan sebagai saham super.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×