kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,59   -9,90   -1.07%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%
KOLOM /

Organizational empathy


Senin, 18 Maret 2019 / 16:03 WIB
Organizational empathy


Reporter: Tabloid Kontan | Editor: Mesti Sinaga

KONTAN.CO.ID -  Beberapa waktu yang lalu, seorang kerabat menjadi korban penipuan dengan modus transfer dana ke rekening tertentu. Patut diduga bahwa penipuan tersebut dilakukan dengan  cara yang sangat canggih dan bersifat sindikatif.

Ringkas cerita, sang kerabat termanipulasi sedemikian rupa dan akhirnya melakukan transfer ke dua nomor rekening (dari dua bank berbeda) dalam jumlah yang besar.

Keletihan fisik dan mentalnya dimanfaatkan sedemikian rupa oleh para penipu, yang membuatnya termanipulasi secara psikologis dan akhirnya menjalankan transaksi pemindahan dana tersebut.

Beberapa saat setelah kejadian, sang kerabat akhirnya sadar bahwa ia telah menjadi korban penipuan.

Dalam keadaan galau dan masih shock, ia pun segera melapor ke dua cabang terdekat dari bank-bank yang menjadi tujuan pemindahan dana (sebut dengan nama Bank A dan Bank B).

Memahami bahwa modus penipuan seperti ini umumnya berjalan cepat, sang kerabat pun berusaha untuk mendorong supaya pihak bank juga bergerak cepat pula, misalnya dengan melakukan pemblokiran rekening ataupun pembekuan dana dari para penipu.

Tentunya semua dilakukan tetap dengan mengikuti aturan main dan regulasi yang berlaku.

Saat tiba di lokasi kantor cabang Bank A, seperti sistem pelayanan pelanggan pada umumnya, sang kerabat juga musti mengambil nomor antrean layanan.

Pada saat tersebut, ternyata sang kerabat mendapat nomor antrean ke enam, yang mengharuskannya menunggu waktu yang cukup lama.

Ia pun segera menghampiri petugas keamanan, supaya gilirannya dapat segera didahulukan, dengan mempertimbangkan urgensi kasusnya tersebut.

Dengan sigap, segera petugas keamanan bergerak cepat untuk membantu sang kerabat, dan langsung mempertemukannya dengan seorang customer service officer (CSO).

Tanpa bertele-tele, sang CSO Bank A tersebut melayani seluruh keperluan sang kerabat dengan sigap, cepat dan bersahabat.

Semua laporan diterima dengan cepat, proses administrasi diselesaikan dengan segera, dan tindaklanjut yang diperlukan juga dieksekusi dengan tempo yang ringkas.

Bahkan, lebih jauh, selama proses pelaporan tersebut berlangsung, ada karyawan lainnya yang ikut melayani dan membantu.

Ternyata, karyawan tersebut tak lain tak bukan adalah kepala layanan nasabah kantor cabang tersebut, padahal sang kerabat hanyalah nasabah reguler dari bank tersebut; bukannya nasabah prioritas yang memang “berhak” mendapat fasilitas prioritas.

Komitmen Perusahaan

Sang kerabat pun bercerita, perlakuan yang sangat berbeda ia dapatkan dari Bank B yang juga disambanginya pada hari yang sama; selepas menyelesaikan laporannya di Bank A.

Petugas di Bank B melayaninya dengan biasa-biasa saja, seolah-olah kasus yang dialaminya adalah “kecelakaan atawa kesialan” sang kerabat yang tak perlu diburu dengan cepat.                           

Lebih lanjut, kata sang kerabat, sesungguhnya ia sudah menyiapkan diri untuk mengikhlaskan kerugian uang yang dialaminya, karena musibah tersebut bukanlah kekeliruan siapa-siapa; apalagi pihak bank.

Namun, tanggapan pihak Bank A yang begitu ramah, helpful, dan responsif, jelas merupakan pelipur lara yang luar biasa bagi seorang nasabah yang sedang tersandung masalah.

Mendengar cerita sang kerabat, saya teringat dengan wacana organizational empathy.

Bruce Temkin, pengelola Temkin Group, perusahaan yang bergerak di bidang penelitian, konsultasi dan pelatihan customer experience, merumuskan organizational empathy sebagai a commitment by companies that they will work towards developing a deeper understanding of their customer’s need, and they will use this knowledge to serve those needs better.

Intinya, organizational empathy adalah sebentuk komitmen perusahaan untuk mengerti dan melayani kebutuhan pelanggan dengan sebaik-baiknya.

Lebih jauh, kemampuan empati adalah kemampuan kita untuk menempatkan diri dalam posisi seseorang, sekaligus juga menyelami perasaan, pikiran dan kebutuhannya.

Pelanggan adalah seorang manusia dengan segala perasaan dan pikirannya, bukan sekadar makhluk yang hanya diperlukan untuk keperluan transaksional belaka.

Pembaca, Bank A yang diceritakan oleh sang kerabat di atas adalah Bank BCA. Tak heran, bank tersebut tumbuh menjadi bank swasta terbesar di negeri ini.

Kabar terakhir yang saya dapatkan, berkat investigasi dan mediasi dari bank BCA, ada sebagian dana korban penipuan dari sang kerabat yang berhasil diamankan.                        ◆

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×