kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   -60,00   -0,38%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%
KOLOM /

Perawat pohon usaha


Senin, 28 Januari 2019 / 14:43 WIB
Perawat pohon usaha


Reporter: Tabloid Kontan | Editor: Mesti Sinaga

KONTAN.CO.ID -  Banyak CEO ataupun dewan direksi (utamanya di perusahaan keluarga) yang berpegang pada prinsip bahwa tanggungjawab mereka sebagai pimpinan perusahaan adalah mendatangkan manfaat sebesar-besarnya bagi pemegang saham. Bahasa kerennya: maximizing shareholder’s value.

Sekilas, prinsip tersebut tampak benar adanya. Namun, bila ditelusuri dengan seksama, sikap tersebut sesungguhnya mengandung bahaya besar.

Mengapa? Dengan menempatkan kepentingan pemegang saham sebagai prioritas utama (apalagi satu-satunya), risiko besar akan segera menyeruak dan mengancam keberlangsungan hidup perusahaan.

Guru saya mempunyai ilustrasi yang menarik perihal membangun perusahaan. Katanya, membangun perusahaan itu seperti halnya menumbuhkan pohon.

Kita harus rawat pohon tersebut dengan baik. Kita garap tanahnya supaya subur, dan setelahnya disemai dengan bibit yang terpilih.

Setelah mulai tumbuh tunasnya, kita pun harus rajin memupuk dan menyiraminya. Untuk kerja keras seperti ini, tak pelak membutuhkan kesabaran dan ketekunan.

Hingga suatu saat, pohon itu pun bertumbuh subur. Akarnya tertancap mapan, batangnya berdiri tegak, cabangnya tersebar luas dan daun-daun bertumbuh rindang.

Dan, akhirnya, sang pohon mulai mendatangkan hasil yang selama ini ditunggu-tunggu, yakni : buah. Semakin hari, buahnya pun semakin banyak, dengan ukuran yang makin besar, dan warna yang semakin semarak.

Lebih lanjut, kata guru saya, saat berbuah adalah momen yang paling menggoda bagi sang penanam pohon. Karena merasa bahwa dirinya lah yang menanam, maka dirinya pula yang paling berhak menguasai (memiliki) manfaat yang dihasilkan oleh sang pohon.

Godaan tersebut menghadirkan mentalitas pemilik, yang ingin mendapatkan buah sebanyak-banyaknya, secepat-cepatnya, dan semata-mata bagi dirinya sendiri. Tak ayal, mentalitas pemilik  seperti ini pada gilirannya hanya akan menghancurkan kehidupan sang pohon itu sendiri.

Dengan segala cara, termasuk yang tak sehat sekalipun, pohon itu dipaksa untuk berbuah. Lagi-lagi, buahnya itu dikumpulkan untuk dirinya sendiri.

Alih-alih menunjukkan mentalitas pemilik, seorang  penanam pohon yang baik seharusnya mempunyai mentalitas perawat.

Bagi penanam bermentalitas perawat, yang lebih penting adalah kesehatan dan kesuburan pohon, agar bisa berumur panjang dan berbuah secara berkelanjutan. Tidak hanya subur seketika, dan  layu kemudian; berbuah hari ini, namun mandul berkepanjangan.

Menjaga dan memupuk kesehatan sang pohon adalah prioritas nomor satu; bahkan lebih penting dari semarak buah yang dihasilkan.

Dan, patut dicatat, saat berbuah pun, penanam tipe perawat tak mengambil semua buahnya untuk diri sendiri. Sebagian dia manfaatkan untuk dirinya, dan sebagian lainnya dia bagikan untuk tetangga di sekitarnya.

Lebih lanjut, kata sang guru, prinsip yang sama juga berlaku dalam urusan pengelolaan bisnis.

Tujuan utama pengelolaan perusahaan adalah memastikan kesehatan perusahaan itu sendiri, bukannya maksimalisasi keuntungan pemegang saham.

Perusahaan dapat bertumbuh langgeng, karena organisasinya sehat; bukan karena pemiliknya bertambah kaya. Juga halnya, perusahaan yang langgeng akan mendatangkan manfaat, tak hanya bagi shareholder (pemegang saham), namun juga bagi stakeholders (segenap pemangku kepentingan); laksana buah yang tak hanya dinikmati oleh penanam pohon, namun juga oleh para tetangga.

Kesehatan perusahaan

Ilustrasi di atas mungkin terkesan paradoks. Toh, bukankah orang membangun usaha untuk mengumpulkan kekayaan?

Dalam studi bertajuk The Error at the Heart of Corporate Leadership (HBR, May-June 2017),  Joseph L. Bower  dan Lynn S. Paine, dua profesor dari Harvard Business School  menggugat peran pemegang saham yang terlalu besar dan eksesif, yang pada gilirannya mendatangkan persoalan dan bencana bagi perusahaan itu sendiri.

Dengan semangat memaksimalkan kekayaan pemegang saham (shareholder’s wealth), tak jarang para pimpinan perusahaan terjebak untuk melakukan hal-hal yang justru mengorbankan kesehatan perusahaan (company’s health).

Sekali didirikan dan dioperasikan, perusahaan sesungguhnya bertanggungjawab, bukan hanya kepada shareholder atawa pemegang saham, namun kepada keseluruhan stakeholders.

Stakeholders itu berupa karyawan, masyarakat, konsumen, pemasok, lingkungan alam, pemerintah, selain tentunya juga pemegang saham.

Oleh karenanya, kesehatan perusahaan (company’s health) yang mendatangkan manfaat dan kemaslahatan bagi banyak pihak, haruslah didahulukan daripada kesejahteraan segelintir pemegang saham (shareholder’s wealth).           

Dengan mindset seperti itulah, sang guru menumbuhkembangkan bisnisnya selama ini. Dan, guru itu adalah Theodore P. Rachmat, pengusaha senior, yang pada minggu ini (minggu kedua Desember 2018)  berulangtahun ke 75.

Selamat ulang tahun, sang perawat pohon usaha.    ◆

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×