kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / refleksi

Kharisma

oleh Ekuslie Goestiandi - Pengamat Manajemen dan Kepemimpinan


Senin, 06 Agustus 2018 / 15:42 WIB
Kharisma

Reporter: Ekuslie Goestiandi | Editor: mesti.sinaga

Ada begitu banyak kenangan publik tentang Bung Karno, presiden kita yang pertama.

Namun, di antara begitu banyak kesan tersebut, satu benang merah yang dapat ditarik sebagai kesan bersama adalah sosoknya yang kharismatik.

Dari gesture-nya yang tegap berdiri saja, orang menemukan kandungan kewibawaan.

Saat berbicara, beliau tampak begitu hangat penuh pesona, yang pada gilirannya membuat mitra bicara merasakan kedekatan.

Dan..., saat berpidato di hadapan massa yang meluap, suaranya terdengar lancar penuh gelegar, seakan-akan menghipnotis pikiran banyak orang.

Semua orang ingin mendekat dan menyapa, sebagai wujud rasa hormat kepada sang pemimpin.

Kharismanya memancarkan energi yang sangat positif, entah itu dalam wujud kepercayaan diri yang tinggi ataupun antusiasme yang menggelegar.

Pakar kepemimpinan Hershey dan Blanchard berujar bahwa memimpin pada dasarnya adalah perkara mempengaruhi dan meyakinkan orang lain.

Untuk itu pemimpin harus terampil memanfaatkan sumber kekuatan yang dimilikinya sesuai situasi dan kondisi. Pendekatan semacam ini dikenal luas dengan nama situational leadership.

Melengkapi hasil studi dari French dan Raven, Hershey dan Blanchard mengidentifikasi lima jenis sumber kekuatan kepemimpinan.

Ada legitimate power, kekuatan yang muncul karena tampuk jabatan yang dimiliki seseorang. Ada pula reward power yang muncul karena kemampuan memberikan iming-iming penghargaan.

Kebalikan dari reward power adalah coercive power, yakni kekuatan yang bersumber pada kemampuan untuk mengenakan sangsi ataupun hukuman.

Sementara itu, ada juga expert power yang muncul karena seseorang mempunyai kecakapan dan keahlian di bidang tertentu; keahlian (expertise) tersebut bisa bertumpu kepada kelengkapan informasi yang dimilikinya (information) ataupun keluasan jejaring yang dimiliknya (connection).

Dan, sumber kekuatan terakhir adalah referent power. Ini adalah bentuk kekuatan yang terbangun dari rasa hormat, kagum dan bahkan kesetiaan kepada sosok sang pemimpin.

Dalam studinya bertajuk Leader Power and Its Impact in the Workplace, The Ken Blanchard Companies melakukan survei terhadap 651 responden (42% di tingkat karyawan, 37% di tingkat supervisor/manajer, dan 21% di tingkat direktur) untuk mengukur kekuatan ke sumber kepemimpinan.

Hasilnya, referent power memberikan pengaruh positif yang paling besar terhadap karyawan, yang mendorong mereka ingin bekerja lebih baik dan baik lagi.

Pembaca, orang awam menyebut referent power ini sebagai kharisma, sebagaimana yang dimiliki secara kuat oleh sosok seperti Bung Karno.

Kekuatan kharismanya, membuat Bung Karno bisa mendorong, menggerakkan, bahkan menggetarkan hati orang yang dipimpinnya.

Begitu kuatnya daya pengaruh Bung Karno, bahkan hingga saat ini, sekadar melihat gambar atau potret Bung Karno di poster saja, orang bisa begitu terkesima.

Tak heran, banyak insitusi atau partai politik yang beramai-ramai ingin memajang gambar beliau dalam ajang promosi dan kampanye.


 

Pemimpin Efektif

Leadership guru Anthony D’Souza mengatakan bahwa potential leader is born, but effective leader is made.

Setiap manusia memang dilahirkan dengan “bakat” kepemimpinan (termasuk kharisma) yang berbeda-beda.

Ada yang begitu menonjol dan penuh pesona seperti para pejuang revolusioner, namun ada pula yang biasa-biasa saja. Ada yang posturnya gagah nan tegap, ada yang berperawakan kurus tipis.

Ada yang suaranya menggelegar, tak jarang pula yang berbicara pelan nan lembut. Namun, tak berarti mereka yang kurus dan lembut, tak bisa terampil dan cakap menjadi pemimpin.

Pada kenyataannya, melalui proses pembelajaranlah, akhirnya seseorang dapat bertumbuh menjadi effective leader.

Ini mirip dengan cerita pemain sepak bola. Sekalipun seorang Lionel Messi lahir dengan membawa talenta olah bola yang luar biasa, namun jika tak ditempa intensif di Akademi Sepak Bola La Masia dan klub Barcelona, ia pun saat ini tak akan hadir sebagai pemain sepakbola terhebat di muka bumi.

Demikian pula Cristiano Ronaldo, yang sekalipun sudah menjadi pemain superstar, tetap tak pernah melewatkan hari tanpa menggiring bola dengan kakinya.

Ia menjalani sesi latihan yang super ketat, lima hari seminggu, dengan durasi minimal tiga jam per hari. Konon, ia bahkan rela melakukan sit up hingga 3000 kali sehari!

Konon juga, Bung Karno yang dikenal sebagai orator kharismatik sekalipun, suka belajar berpidato di depan cermin, sebelum menyampaikan pidato yang sesungguhnya di depan ratusan ribu orang rakyatnya.

Kharisma, bagaimanapun, tetap harus dijaga dengan latihan. ?



TERBARU

×