kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / refleksi

Kredibilitas pemimpin

oleh Ekuslie Goestiandi - Pengamat Manajemen dan Kepemimpinan


Selasa, 16 Januari 2018 / 13:54 WIB
Kredibilitas pemimpin

Reporter: Ekuslie Goestiandi | Editor: mesti.sinaga

Semua pembaca pasti sudah mahfum tentang cerita mobil Fortuner yang menabrak tiang listrik yang mengakibatkan luka pada seorang pejabat tinggi di Republik ini.

Selain segelintir orang yang bersimpati pada peristiwa tersebut, rasanya banyak yang tersenyum geli menyikapi kejadian itu.

Beberapa saat setelahnya, komentar satire dan gambar meme lelucon berseliweran di media sosial. Kata seorang teman, “Peristiwa ini telah menyatukan semua kubu yang selama ini tampak berseberangan. Semua kelompok -entah dari kubu kiri ataupun kanan; dari sumbu panjang ataupun pendek – tampak bersatu dalam tawa”.

Peristiwa ini seolah menjadi paradoks. Bagaimana tidak? Kejadian yang semestinya mengundang simpati, solidaritas, bahkan rasa duka, justru memancing kekesalan, guyonan, bahkan juga senyum tawa.

Bukannya doa kesembuhan yang terkirim, justru karangan bunga sindiran yang terpampang. Pemimpin yang semestinya dihargai dan dihormati malah justru disindir dan dicibir.

Sebuah fenomena kehidupan yang tampak tak selaras dengan hukum alam, namun seolah menjadi pengertian bersama. Sungguh, peristiwa yang menarik untuk dibedah.

Seorang teman memunculkan satu pertanyaan sosiologis. Sebagai sesama anak bangsa, apakah kecenderungan sifat manusia Indonesia sudah berubah?

Apakah kita sudah berubah dari pribadi yang santun dan penuh simpati, menjadi orang yang kasar, sinis dan tak “punya hati”.

Apakah kita sudah berubah dari rakyat yang penuh rasa hormat dan pengabdian kepada pemimpin, menjadi khalayak yang diselimuti rasa benci dan syak-wasangka kepada petinggi negara?

Sepanjang yang saya tahu, belum ada penelusuran sosiologis yang mengonfirmasi perubahan tersebut.

Dalam banyak hal dan situasi, sebagai orang “timur”, masih banyak manusia Indonesia yang bertutur santun, bersikap empatik dan solider terhadap sesamanya.

Di banyak daerah dan organisasi, juga masih banyak warga yang penuh percaya dan penghormatan kepada pemimpinnya.


 

Kredibilitas integritas
Para ilmuwan neuroscience juga mempunyai analisa tersendiri tentang kasus ini.

Kepala Pusat Studi Otak dan Perilaku Sosial Universitas Sam Ratulangi – Manado, Taufiq Pasiak mengatakan, “Otak manusia cenderung menilai segala sesuatu berdasarkan informasi yang dimiliki sebelumnya. Informasi terdahulu itulah yang membentuk persepsi masyarakat tentang seseorang” (Kompas, 20 November 2017).

Dalam kasus di atas, tak salah jika publik akhirnya berpandangan negatif pada sang pejabat. Sejak kasus mega-korupsi bergulir, yang bersangkutan beberapa kali tak menghadiri panggilan pemeriksanaan KPK, lengkap dengan alasannya.

Termasuk di dalamnya alasan sakit dan dirawat di rumahsakit. Dengan demikian, saat tersebar breaking-news yang mengabarkan peristiwa kecelakaan absurd di atas, berikut perawatannya di rumah sakit, “lagu lama” yang ada di benak publik pun seketika terputar kembali.

Mereka tak perlu berlama-lama berpikir untuk tertawa, karena informasi tersebut bukanlah hal baru yang musti dikunyah dan dicerna dalam-dalam.

Belum lagi, setelah itu muncul komentar yang tak mudah diterima oleh akal sehat manusia biasa. “Benjolan sebesar bakpao” adalah sebuah ilustrasi yang sungguh menghibur.

Dalam buku klasiknya berjudul, Credibility: How Leaders Gain and Lose It, Why People Demand It (1993), pakar kepemimpinan James Kouzes dan Barry Posner, mengungkapkan bahwa hal terpenting sekaligus juga pondasi praktik kepemimpinan adalah kredibilitas.

Berdasarkan hasil studi dan observasi mereka yang komprehensif, kredibilitas adalah salah satu kualitas pemimpin yang membuat mereka dihormati, dikagumi, dan juga diikuti.

Seorang pemimpin bisa saja dihargai, namun hanya pemimpin yang memiliki kredibilitas yang membuat mereka dihormati secara sukarela (willingly).

Kredibilitas laksana kharisma diri, yang tanpa perlu membawa embel-embel jabatan, pangkat, dan kartu nama secara formal pun, membuat seseorang disegani secara tulus.

Dan, salah satu elemen penting yang membentuk kredibilitas adalah integritas, yakni satunya kata dan perbuatan, gagasan dan tindakan, omongan dan perilaku nyata.

Kata Kouzes dan Posner, “If you don’t believe in the messanger, you will not believe the message.”

Kembali ke cerita awal, sekalipun keajaiban tiang listrik yang tetap berdiri tegak usai ditabrak Fortuner itu nyata, orang toh sudah terlanjur sangsi kepada sang pembawa berita dan pelakon cerita.



TERBARU

×