kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
KOLOM / refleksi

Misi Mark

oleh Ekuslie Goestiandi - Pengamat Manajemen dan Kepemimpinan


Senin, 04 Juni 2018 / 17:49 WIB
Misi Mark

Reporter: Ekuslie Goestiandi | Editor: mesti.sinaga

Semua orang pasti ingin sukses. Namun, pertanyaan paling mendasar adalah untuk apa kita ingin sukses? Apakah untuk mendapatkan harta melimpah, posisi tinggi, jabatan bergengsi, dan ketenaran yang membahana?

Semuanya tidak salah, sah-sah saja. Namun, sebagai makhluk transendental, manusia semestinya memiliki mission of success, yang mentransendensi (melampaui) urusan pencapaian fisik seperti di atas.

Sebuah sense of mission yang melampaui ambisi, keinginan dan kepentingan pribadi.

Mari sedikit kilas balik tentang sejarah kelahiran Facebook, perusahaan besutan Mark Zuckerberg yang sedang terguncang kasus Cambridge Analytica.

Awalnya, kelahiran Facebook dipicu oleh kehadiran situs jejaring pertemanan Friendster. Melalui situs tersebut, banyak orang-orang yang lama berpisah, bisa bertemu kembali, reunian, dan bahkan berjodoh.

Situs pertemanan Friendster yang begitu populer akhirnya memantik kelahiran situs-situs sejenis di kemudian hari, termasuk Facebook.

Sebenarnya, Facebook sendiri dibuat sebagai situs jejaring pertemanan terbatas pada kalangan kampus Mark Zuckerberg, yakni Harvard University.

Mark mencoba membuat satu program yang bisa menghubungkan teman-teman satu kampusnya, dan oleh karenanya situs tersebut diberi nama Facebook; diambil dari buku Facebook, yaitu buku yang biasanya berisi daftar anggota komunitas dalam satu kampus.

Pada sejumlah college dan sekolah persiapan (preparatory) di Amerika Serikat, buku ini diberikan kepada mahasiswa atau staf pengajar baru agar bisa lebih mengenal orang lain di kampus masing-masing.

Sekitar tahun 2004, Mark yang memang hobi mengutak-atik program pembuatan website berhasil menulis kode orisinal Facebook dari kamar asramanya.

Untuk membuat situs ini, ia hanya butuh waktu sekitar dua mingguan. Pria kelahiran Mei 1984 itu lantas mengumumkan situsnya dan mengundang rekan-rekannya untuk bergabung.

Hanya dalam jangka waktu sekitar dua minggu, Facebook telah mampu menjaring dua per tiga lebih mahasiswa Harvard sebagai anggota tetap.

Mendapati Facebook mampu menjadi magnet yang kuat untuk menarik banyak orang bergabung, ia memutuskan mengikuti jejak seniornya, Bill Gates, yakni drop out untuk menyeriusi situsnya itu.

Bersama empat rekannya, Eduardo Saverin, Andre McCollum, Dustin Moskovitz, dan Chris Hughes, Mark kemudian membuka keanggotaan Facebook untuk umum.

Mark ternyata tak sekadar nekad. Ia punya banyak alasan untuk lebih memilih menyeriusi Facebook. Mark dan rekannya berhasil membuat Facebook jadi situs jejaring pertemanan yang segera melambungkan namanya, mengikuti tren Friendster yang juga berkembang kala itu.

Namun, agar punya nilai lebih, Mark pun mengolah Facebook dengan berbagai fitur tambahan. Dan, kelebihan fitur inilah yang membuat Facebook makin digemari.

Sifat keanggotaan situs ini sangat terbuka. Jadi, data yang dibuat tiap orang lebih jelas dibandingkan situs pertemanan lain.

Hal ini yang membuat orang makin nyaman dengan Facebook untuk mencari teman, baik yang sudah dikenal ataupun kenalan baru di berbagai belahan dunia.


 

Nilai Tambah

Sejak kemunculan Facebook tahun 2004 silam, jumlah anggotanya terus berkembang pesat. Presentase kenaikannya melebihi seniornya, Friendster.

Per Februari 2018, sebelum diguncang oleh kasus Cambridge Analytica, situs itu tercatat memiliki 1,74 miliar active users setiap bulan. Angka yang sangat fantastis!

Tak heran, Mark kemudian dinobatkan sebagai miliarder termuda dalam sejarah, yang memulai usaha dari keringatnya sendiri.

Tujuan Mark Zuckerberg untuk menyatukan komunitas kampusnya dalam sebuah jaringan ternyata berdampak besar.

Lewat kerja kerasnya, “tujuan” tersebut mampu diubah menjadi sebuah nilai tambah yang luar biasa. Ini

menjadi contoh nyata, bahwa tujuan mulianya (mission) yakni “mempertemukan dan menyatukan rekan-rekan sekampus di Harvard University”, telah memberikan ganjaran kesuksesan pribadi yang luar biasa kepada sang penemu, Mark Zuckerberg.

Setelah sukses dan kaya pun, dalam pelbagai kesempatan wawancara, Mark selalu menegaskan bahwa misi besarnya lewat Facebook adalah menciptakan dunia yang terhubung satu sama lain lewat aliran informasi yang terbuka.

Orang-orang hebat memiliki memiliki sense of mission yang sangat kuat. Entah itu berupa panggilan untuk memimpin suatu organisasi, membangun dan menyejahterahkan sebuah komunitas, ikut membuat negara menjadi lebih maju, adil dan makmur, bahkan turut menjadikan kehidupan di dunia yang lebih baik dan baik lagi.

Namun, secara esensial, manusia yang memiliki sense of mission kuat adalah manusia yang sudah selesai dengan dirinya; yang senantiasa menempatkan kepentingan sesama dan semesta di atas kepentingan diri sendiri.

Kasus Cambridge Analytica menjadi ujian bagi seorang Mark Zuckerberg, apakah ia akan tetap selalu menempatkan misi pribadinya yang mulia di atas kepentingan komersialnya sendiri. Waktu yang akan membuktikan.



TERBARU

×